Lihat ke Halaman Asli

bustanol arifin

TERVERIFIKASI

Happy Reader | Happy Writer

Menghadirkan Politik Silaturrahim

Diperbarui: 7 Desember 2023   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Mural bertemakan keberagaman menghiasi sebuah gang kampung di Mlatiharjo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (21/2/2019).  (Foto: KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA) 

Istilah politik bagi kalangan elit maupun awam sudah tidak asing lagi, terlebih saat ini sedang memasuki musim pemilihan umum baik eksekutif maupun legislatif. Meskipun masing-masing orang memiliki sudut pandang berbeda dalam mendefinisikan politik. 

Misalnya, kita seringkali mendengar masyarakat pada umumnya mengartikulasikan politik sebagai aktivitas pemilihan umum saja, seperti pemilihan presiden dan wakilnya, gubernur serta bupati. Makanya, kalau pemilu tiba, muncul istilah "Musim Politik" di kalangan masyarakat.

Beberapa dari mereka mengartikan politik dengan "tata kelola pemerintahan, atau aktivitas pengambilan keputusan. Jadi, politik bukan hanya pesta lima tahunan atau pemilihan umum.

Namun, sejauh pemerintahan itu berdiri dan selama kehidupan manusia itu masih ada maka aktivitas atau proses politik masih terus ada. 

Biasanya, pandangan ini dikemukakan oleh para akademisi dan juga praktisi politik yang secara klaster mereka termasuk kalangan elit. Mereka termasuk orang-orang yang melek politik dan berkecimpung di dalamnya.

Saya sendiri tentu lebih sepakat dengan definisi kedua, karena bagaimanapun politik bukanlah sekadar pemilihan, tapi proses dan aktivitas setelah pemilihan itu jauh lebih penting. 

Artinya, bagi yang terpilih atau duduk di pemerintahan punya kewajiban untuk menunaikan janji-janji politiknya, mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara serta mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi semesta. Di luar itu, masyarakat memiliki tanggungjawab ikut serta mengawal pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Memang benar, riuh politik nampak terasa ketika pemilu tiba. Setelahnya, nyaris tidak terlihat kegaduhan lagi kecuali oleh segelintir orang saja. Boleh dikata, politik adalah pemilu memang ada benarnya, karena setelah pemilihan rata-rata lupa pada tugasnya. 

Pemerintah lupa pada rakyatnya dan rakyat lupa pada wakilnya. Ini bukan sekadar kacang lupa kulitnya, tapi kacang dan kulit sama-sama lupa dari mana mereka berasal. 

Sialnya lagi, saat "Musim Politik" tiba semua kemungkinan buruk dapat terjadi, termasuk permusuhan dan perpecahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline