Lihat ke Halaman Asli

Bustamil

Mahasiswa Pascasarjana, Universitas Indonesia

Konsep Jual Beli dengan Sistem Dropship dalam Ekonomi Islam

Diperbarui: 7 Desember 2022   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan teknologi merupakan salah satu hal yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan karena kemajuan teknologi berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan internet memang sangat cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan manusia. Internet membantu manusia sehingga dapat berinteraksi, berkomunikasi, bahkan melakukan perdagangan dengan orang dari segala penjuru dunia dengan murah, cepat, dan mudah. Salah satu manfaat dari keberadaan internet adalah sebagai media promosi suatu produk dalam kegiatan jual beli. Jual beli adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia melalui tukar-menukar barang dengan barang maupun barang dengan uang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jual beli yang diterapkan oleh Masyarakat pada zaman sekarang berbeda dengan jual beli yang diterapkan pada zaman dahulu. Ada beberapa sistem jual beli yang ditawarkan oleh Masyarakat pada zaman sekarang, salah satunya adalah jual beli dengan sistem Dropship.

Pada dasarnya sistem jual beli Dropship ialah jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yang diakses pada media internet yang memungkinkan Reseller atau Dropshipper menjual barang ke pelanggan dengan bermodalkan foto dari pemilik toko atau supplier tanpa harus menyediakan barang terlebih dahulu. Namun banyak literatur yang mengatakan bahwa sistem jual beli Dropship itu dilarang dalam islam karena mengacu pada syarat dari jual beli ialah harus suci, dapat dikuasai, terdapat pemiliknya, jelas spesifikasinya dan bermanfaat. 

Adapun yang menjadi permasalahannya yaitu tentang kepemilikan barang. Mereka menganggap bahwa Dropshipper bukanlah pemilik barang melainkan hanya agen. Oleh karena itu Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia perlu menetapkan kebijakan dengan melihat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar yaitu jual beli melalui teknologi informasi telah berkembang di masyarakat termasuk dengan cara Dropship dan belum adanya batasan maupun ketentuan syariah mengenai sistem jual beli Dropship sehingga MUI menetapkan fatwa tentang Dropship Berdasarkan Prinsip Syariah untuk dijadikan pedoman. Sebagaimana dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah (2): 283:

..... فَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ اَمَانَتَهٗ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ...

Artinya: "...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya... "

Dalam surah Al-Baqarah di atas dijelaskan bahwa apabila kita sedang mengemban suatu amanat maka kita harus bisa menjaganya dengan baik sehingga orang lain dapat percaya kepada kita. Apabila Penjual tidak bisa memegang amanah dengan baik dalam Sistem Jual Beli Dropship maka akan mengurangi tingkat kepercayaan dari pembeli. Ini akan mempengaruhi Barang yang kita jual tidak laku.

Ada beberapa ketentuan yang menjadi Ketentuan umum pada jual beli sistem Dropship menurut DSN-MUI. Di antaranya ialah terdapat hak khiyar yang merupakan hak pembeli untuk meneruskan akad jual beli dalam hal Mabi’ yang diterimanya tidak sesuai dengan penjelasan sebelumnya. Maksudnya ialah pembeli diperbolehkan untuk memilih untuk melanjutkan transaksi atau tidak setelah mengetahui kriteria dari produk yang ingin dibeli. Ketentuan kedua dalam jual beli ini ialah tidak boleh ada Tadlis dalam jual beli ini. Tadlis adalah tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan pedagang untuk mengelabui pembeli seolah-olah obyek akad tersebut tidak cacat. Ketentuan selanjutnya ialah Tidak boleh ada Ghisysy dalam jual beli ini. Ghisysy adalah salah satu bentuk Tadlis; yaitu pedagang menjelaskan keunggulan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya.

Ketentuan selanjutnya yaitu tidak adanya Najsy/Tanajusy. Najsy/Tanajusy adalah menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan-kesan banyak pihak yang berminat untuk membelinya. Kemudian Akad jual-beli adalah akad antara Penjual dan Pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan. 

Dalam sistem jual beli dropship Akad yang digunakan adalah Akad Salam dan wakalah. Akad jual-beli Salam adalah akad antara Penjual dan Pembeli dengan cara pemesanan barang dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Akad wakalah adalah akad yang dilakukan oleh Supplier dengan Reseller (Dropshipper). 

Pihak Supplier memberikan kuasa atas barang yang dijualnya ke Dropshipper. Sehingga kepemilikan dalam sistem jual beli Dropship adalah barang sepenuhnya menjadi milik Dropshipper karena pemilik toko (Supplier) sudah memberikan kuasa atas barang-barangnya untuk dijual oleh Dropshipper (Wakalah). Adapun karakteristik dalam jual beli Dropship ialah seorang Dropshipper memasarkan dan menjual barang yang belum dimiliki dengan menggunakan sarana teknologi informasi, setelah dilakukan akad jual beli antara Dropshipper dan Pembeli, maka Dropshipper membeli barang tersebut kepada Supplier dengan membayar dan menyerahkan harganya dan supplier mengirim Mabi’ kepada Pembeli atas nama Dropshipper. Sehingga Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa Dropship boleh dilaksanakan dengan syarat mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini.

Referensi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline