Sepakbola Indonesia Menjemput Siklus Konflik 4 Tahunan ?
Seperti sudah diketahui bersama serial kisruh sepakbola nasional belum nampak ujungnya. Bagi publik pemerhati sepakbola nasional kisruh ini bukan yang pertama. Saya menyebut kisruh yang sekarang ini seri yang ketiga. Setelah kisruh seri pertama periode pengurus PSSI Nurdin Halid versus LPI ( sering disebut kubu Jenggala karena bos besar kubu ini pengusaha minyak pemilik Medco, Arifin Panigoro yang tinggal di Jalan Jenggala) yang berakhir di Kongres Luar Biasa (KLB) Solo tahun 2011. Baru reda sekitar sebulan, kisruh seri dua dimulai dipicu oleh pengelolaan kompetisi yang sebenarnya melibatkan dua gerbong besar dari kisruh seri pertama. Kisruh kedua ini lebih lama dan "berdarah darah" dari yang pertama dan berakhir dengan terdepaknya gerbong Jenggala.
Kisruh keduapun berakhir sampai di Republik ini terjadi alih kekuasaan dengan naiknya Jokowi sebagai pengusa dengan gerbong Kabinet Kerjanya. Dan upaya menggoyang PSSI pun mendapat momentum lagi dengan adanya pejabat baru berbarengan dengan masih jebloknya prestasi tim nasional Indonesia. Beberapa kalangan menilai orang yang terdepak dalam kisruh sebelumnya jadi penumpang dalam gerbong Menpora. Saya belum melihatnya meski tentu saja ada yang bersorak sorai atas kisruh ini. Orang bersorak itu harusnya kalau juara lha ini kisruh malah bersorak.
Benih kisruh seri tiga ini sebenarnya sudah nampak ketika terjadi silang pendapat antara Menpora dan PSSI ketika Menpora berinisiatif membentuk Tim 9 yang bertugas mengevaluasi PSSI kemudian keterlibatan BOPI ikut melakukan verifikasi peserta Liga Super Indonesia. Karena tidak ada titik temu Menpora memakai jalan kekuasaan mengeluarkan sanksi administratif terhadap PSSI dan tidak mengakui pengurus PSSI hasil KLB Surabaya. Dan kisruh seri tiga secara 'resmi' dimulai. Jika kisruh pertama dan kedua boleh dibilang kisruh internal anggota PSSI dengan mediasi pihak eksternal pemerintah, KONI/KOI, FIFA/AFC maka kisruh ketiga ini PSSI vis a vis Pemerintah RI cq Menpora. Maka sulit rasanya jika dibilang ini bukan intervensi. Karena secara organisasi (sekali lagi secara organisasi ya ) PSSI tidak bermasalah.
Sepanjang masa Orde Reformasi mungkin PSSI adalah organisasi pertama yang (pengurusnya) dibekukan. Meski Menpora berkali kali berdalih bahwa pembekuan PSSI ini adalah wewenangnya sebagai pembina olahraga di tanar air. Saya tidak bisa menilai kebijakan ini benar atau salah karena ini keputusan bernuansa politik. Akan lebih jelas jika putusan PengadilanTata Usaha Negara (PTUN) sudah inkracht ( final dan mengikat ). Jika Menpora menang legalitas Tim Transisi kuat paling tidak didalam negeri. Jika PSSI yang menang dan Menpora tetap jalan dengan tim transisinya maka kisruh makin seru. Mari bersorak lagi hehe. Okelah sambil nunggu putusan PTUN yang mungkin juga lama karena yang kalah kemungkinan mengajukan banding, saya mau ngayal...
Yah, palu godam pembekuan telah diketok dan melihat kegigihan Menpora tak ada jalan mundur apalagi dengan dilibatkannya Presiden dalam penentuan Tim Transisi maka tekad itu sudah bulat. Bahkan resiko terkena sanksi FIFA ( yang selama ini jadi hantu ) pun tidak mengendorkan langkahnya untuk 'memperbaiki tata kelola sepakbola nasional yang bersih, transparan dan berprestasi'. Sungguh niat mulia yang sudah saya sering dengar dari beberapa mulut yang berbeda sejak saya mengenal sepakbola Indonesia. Yah, saya akan melihat hasil akhir tindakan "berani" Menpora meskipun melihat cara yang dipakai saya agak kurang yakin. Mungkin saja Menpora dengan wewenangnya bisa mengakhiri kisruh seri tiga ini. Tapi saya lebih mengkhawatirkan yang akan terjadi ke depan. Apa itu?
Keputusan politik tanpa didasari putusan pengadilan (hukum) akan berpotensi dirongrong begitu mendapatkan momentum. Tinggal tunggu saja pejabat atau penguasanya berubah maka kubu yang tergusur akan berusaha berkuasa kembali. Keputusan politik ( tanpa didasari putusan pengadilan ) biasanya tidak absolut, subyektif dan bersifat tidak pasti. Sedangkan keputusan hukum (harusnya) lebih pasti ,obyektif dan mengikat meskipun kadang dalam beberapa kasus hukum di Indonesia dikangkangi oleh keputusan politik. Terlalu banyak opini dibanding fakta yang dijadikan alasan dalam pengambilan keputusan maka rapuhlah keputusan tersebut. Seandainya keputusan pembekuan PSSI itu didasari hukum misalnya para pengurus terbukti di pengadilan kena tindak pidana pengaturan skor tentu keputusan tersebut akan lebih absolut dan mengikat. Anda tidak bisa menghukum orang hanya berdasarkan dugaan atau opini.
Jika alasan pembekuan itu adalah PSSI tidak berprestasi percayalah alasan itu pula yang akan dipakai oleh orang lain untuk menjatuhkan anda kelak. Bisa juga nanti pengurus PBSI,PBVSI dan puluhan organisasi induk olahraga lainnya dibekukan karena tidak bereprestasi.
Nah, kita berandai andai sajalah. Kita anggap saja misi Menpora ini sukses mengakhiri kisruh dan melahirkan pengurus PSSI baru yang kredible dan menggusur pengurus sekarang. Siapa yang bisa menjamin kisruh seri keempat tidak akan terjadi ketika Menpora atau Presidennya sudah berganti. Yah, kita tahu Presiden dan Menteri itu jabatan politik yang kalau lancar menjabat 5 tahun atau kalo sukses 10 tahun. Bisa juga terhenti ditengah jalan kalau direshuffle atau diimpeach. Dan bisa jadi akan muncul kisruh seri empat, lima dan seterusnya. DE JAVU. Dan jika siklus itu terjadi mari bersorak lagi hehe ( daripada tidak bisa bersorak di stadion ). Anda lihat di sebuah negara yang peralihan kekuasaan melalui kudeta biasanya akan berulang kudeta juga.
Saya melanjutkan ngayal, jangan jangan ketika Mpu Gandring mengutuk Ken Arok bahwa keris buatannya akan menuntut balas dengan kematian 7 turunan Ken Arok , sang Mpu juga menyebut PSSI sehingga PSSI kena kutukan 7 turunan juga. Weleh weleh....
Tapi kalau memang niat Menpora ini tulus untuk perbaikan sepakbola Indonesia tanpa interes pribadi atau kelompok pasti akan menemukan jalannya. Bukankah ada niat pasti ada jalan ? Tapi niat baik juga harus dengan cara yang baik ,bukan? Dan siapa tahu roh Raden Wijaya yang mengakhiri kutukan Mpu Gandring yang merasuki pak Imam Nahrawi dan mendirikan Majapahit yang gemilang akan terulang. Ngayal lagi.