Lihat ke Halaman Asli

Anton Irza

Hanya petani biasa

Tidak ada Luka yang Abadi

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menjalani kehidupan ini, akan banyak ditemukan kemungkinan yang akan membuat kita terluka. Dengan efek yang beragam sesuai hal yang menyebabkan luka itu sendiri, dari hanya sekedar goresan kecil hingga luka besar dan menganga yang membutuhkan perawatan ekstra.

Disaat darah mulai keluar dari goresan luka itu sudah pasti rasanya sakit dan mungkin tidak tertahankan perihnya, sehingga terkadang membuat kita berteriak dan meneteskan air mata. Namun sakit dan perih itu tidak abadi, karena setelah beberapa saat darah yang keluar perlahan mulai tertutup dan akhirnya mengering.

Walaupun luka itu pasti akan berhenti mengeluarkan darah dan mengering dengan sendirinya, namun dengan spontan kita juga berusaha menghentikan pendarahan yang terjadi. Menutup luka itu dengan berbagai cara agar tidak terlalu banyak mengelurkan darah dan tidak terinfeksi.

Setelah dilakukan pengobatan, dibersihkan, dijahit bila memang dibutuhkan lalu diberi obat luka, maka luka itu akan semakin cepat sembuh walaupun mungkin akan meninggalkan bekas. Kulit baru akan tumbuh kembali menutupi bekas itu, dan kita telah lupa akan rasa sakit yang kita rasakan saat luka itu datang.

Itu sedikit mengenai luka nyata pada diri, dan sudah bisa dipastikan setiap orang pernah mengalaminya. Namun bagaimana dengan luka dihati yang mungkin menyebabkan dendam kesumat yang tiada habisnya? Apakah bisa terobati dan sembuh? Jawabannya, bisa. Karena setiap penyakit selalu ada obatnya kecuali ajal.

Bukankah Tuhan telah memberikan contoh kepada kita dalam bentuk luka yang nyata yang sering kita dapat? Bukankah luka itu akan hilang dengan sendirinya walaupun meninggalkan bekas? Malah seringkali kita lupa dimana luka itu didapatkan walau bekasnya masih ada seiring berjalannya waktu.

Memang sulit saat hati terluka, perih dan menyakitkan tiada duanya. Apaun itu penyebabnya seringkali membuat air mata mengalir deras mebasahi pipi. Tapi tetap, hanya saa itu saja, hanya beberapa saat. Setelah itu akan lenyap dan tidak berebekas. Jadi tidak ada alasan untuk menjadikannya luka abadi yang tidak terobati.

Salah satu contoh luka didalam hati yang sering ditemukan pada masa transisi hidup saat perjalanan menuju kedewasaan adalah luka karena hubungan percintaan. Tidak jarang karena luka itu, seseorang menjadi kehilangan arah dan sulit untuk maju, tenggelam dalam penyesalan dan kesedihan. Hati yang pilu dan semangat hidup seakan menghilang ditelan bumi.

Suatukewajaran bila hati merasakan sakit dikala itu, namun hanya saat itu saja sama hal nya seperti luka, jangan pernah terlalu mebenamkan diri dengan rasa sedih yang berkepanjangan karena hanya akan menyebakandendam yang tidak beralasan. Tidakperlu disesali maupun menyalahkan orang lain, karena memang itu adalah jalan yang harus dilewati.

Sebab salah satu efek dari hubungan adalah disakiti dan menyakiti, hal itu juga merupakan hukum dasar dalam hidup bersosialisasi. Karena dalam perjalanannnya baik disengaja maupun tidak oleh setiap pribadi pasti akan merasa disakiti maupun menyakiti. Dan karena itu kita harus mampu untuk arif dan bijak dalam setiap tindakan.

Mari mencoba untuk lebih membuka mata, katanya hidup itu bagaikan sebuah medan pertempuran. Kalau memang benar, sudah bisa dipastikan bahwa luka adalah sesuatu yang lumrah untuk didapat. Sebab tidak ada seorang pun yang mampu menghindari luka, walaupun dia dilindungi oleh baju zirah berbahan besi. Bisa saja dia mendapat luka dalam yang disebabkan oleh benturan yang menghantam baju pelindungnya.

Oleh karena itu, jangan pernah menjadikan luka sebagai penutup jalan untuk menyongsong masa depan dengan melakukan hal-hal bodoh untuk melampiaskan kekesalan hati. Namun jadikan luka sebagai tiket untuk membuka gerbang masa depan yang gemilang, karena hidup bukan hanya untuk hari ini saja, namun juga esok dan lusa.

Jadikanlah luka sebuah pelajaran untuk sesuatu yang lebih baik dan berharga dimasa mendatang. Karena, kalau memang hidup sebuah arena pertarungan, maka luka adalah bumbu penyedap yang membuat kehidupan semakin sedap dan nikmat. Semakin banyak goresan luka yang kita dapat dalam berbagai medan pertempuran kehidupan, maka akan semakin mahir kita bertarung untuk bisa keluar menjadi seorang pemenang.

Disaat pertama kali kita mendapatkan luka dalam sebuah masa perjalan hidup yang dilalui, saat itu mungkin kita belum mahir dan terlatih dalam menangkis serangan yang mungkin datang tiba-tiba. Atau mungkin saja taktik dan strategi yang kita rancang untuk melewatinya masih kurang efektif, karena kurang cermat dan teliti dalam melakukan suatu tindakan sehingga berbuah kegagalan yang mengakibatkan luka.

Namun setelah itu, disaat kita duduk terdiam menyaksikan kegagalan yang didapat, otak belajar untuk memahami factor penyebab kegagalan itu. Saat itupun hati ikut bekerja memompa semangat untuk kembali bangkit menebus kekalahan yang barusan didapat.

Tidak ada luka yang abadi, walupun luka itu meninggalkan bekas luka yang abadi. Dan jangan pernah jadikan luka sebagai alasan untuk menaruh dendam abadi. Karena dendam hanya akan mebuat luka baru yang mungkin akan lebih besar dan menyakitkan. Maafkanlah sesuatu yang telah membuat kita terluka, karena itulah takdir. Dan takdir adalah sesuatu yang pasti terjadi tanpa ada yang bisa menolak dan menghindar.

**050713**

Sarang @buruank , #MinangKabau Land , #WestSumatra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline