Lihat ke Halaman Asli

Menyongsong AFTA 2015 dengan Kemandirian Ekonomi

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13950755661992201554

Disetiap krisis ekonomi, usaha kecil adalah yang paling dulu terlibas karena minimnya permodalan. Namun, usaha kecil pula yang paling cepat bangkit karena lebih lincah melihat peluang baru dari sebuah keruntuhan ekonomi. Sedangkan perusahaan besar, sekali ambruk, jalan menuju recovery akan sangat panjang dan penuh dengan negosiasi. Jika Indonesia ingin menjadi negara yang siap menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area), maka ia harus memperkuat usaha kecil sehingga memiliki ketahanan yang lebih baik dalam menghadapi krisis maupun persaingan.

Usaha kecil bisa dijalankan oleh siapapun juga di negeri ini, asal memiliki kemauan. Usaha kecil lebih bisa menjangkau tenaga kerja dari level pendidikan terbawah dan minim ketrampilan sehingga mengurangi banyak pengangguran. Meraka akan memiliki penghasilan dan mampu menyekolahkan anak-anaknya dengan lebih baik. Beberapa tahun kemudian, tenaga kerja ini akan tumbuh menjadi tenaga terampil dan bisa mendirikan usahanya sendiri. Demikian seterusnya, sehingga secara alamiah ada perbaikan tingkat pendidikan dan kesejahteraan.

Usaha kecil yang didukung infrastruktur yang berpihak pada kelancaran usaha, akan terangkat ke level selanjutnya menjadi usaha menengah. Secara umum, wiraswasta akan membantu pemerintah dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional karena tidak membebani anggaran pemerintah, bahkan mengurangi tingkat pengangguran.

Fakta Impor Retail

Suatu hari monitor laptop saya pecah. Setelah dua bulan mencari penggantinya baik telepon ke agen resmi, tanya ke toko-toko komputer maupun googling, tidak saya temukan. Lalu saya iseng mencari di ebay dan ketemulah di Shenzhen, China. Lebih kagetnya lagi, harga sudah termasuk ongkos kirim, dua kali lebih murah dari perkiraan toko komputer lokal, yang itupun sudah menunggu dua bulan tidak ada stock. Akhirnya saya pesan secara online dan terkirim ke Riau tanpa cacat dan bisa langsung dioperasikan.

Sayapun penasaran dan membuka situs jualan online China lainnya. Mencengangkan karena mereka melayani penjualan retail dari mulai sparepart motor sampai kapur semut. Dan kami, perempuan-perempuan yang hobi belanja fashion murah meriah, tentu kenal dengan sistem PO (purchase order) produk baju dan tas-tas replika. Sementara di mal-mal baju muslimah two pieces dihargai Rp 500.000,- keatas, di online shop para “sista” baju muslimah (atau baju panjang jika tidak bisa disebut muslimah) impor dari Korea atau Hongkong hanya dihargai Rp 120.000,- sampai Rp 250.000,-.

[caption id="attachment_299520" align="aligncenter" width="500" caption="Contoh online shop dari China. tinydeal.com"][/caption]

Fakta Ekspor Retail

Saya pernah melakukan dua hal yaitu membantu usaha saudara saya yang mengekspor berpuluh-puluh kontainer kerajinan dan mengekspor produk sendiri secara retail. Peluang ekspor lebih mudah dipenetrasi dari sisi retail karena ekspor dalam bentuk wholesale perlu usaha yang sangat lama dan perlu ketrampilan tinggi dari mulai development, membuat sample, mencari buyer, mencari pinjaman modal di bank, hingga segala macam perijinan dan surat menyurat. Retail sangat simple yaitu calon pembeli melihat display secara online, suka, beli, kirim.

Kenyataannya tidak semudah itu. Mencari informasi kurir sangat sulit. Tidak banyak kurir yang benar-benar paham tata cara pengiriman keluar negeri dan membantu mempercepat pengiriman, kecuali kurir di Jakarta, Bali dan Jogja. Pengusaha di kota-kota lain harus berjuang sendiri mencari informasi. Kalaupun ada informasi seperti di kantor pos, mereka tidak bisa memberikan panduan atau rumus yang pasti. Mereka perlu melihat fisik barang yang akan dikirim, baru bisa menyebutkan biaya kirimnya, yang seringnya lebih mahal dari harga produk. Kurir internasional tentusaja ada, namun tarifnya kurang pas untuk usaha retail.

[caption id="attachment_299521" align="aligncenter" width="500" caption="Ladaka Handicraft milik saya."]

1395075657972701781

[/caption]

Tantangan

Tahukah bahwa hampir semua online shop China menerapkan sistem free shipping alias gratis biaya kirim untuk berat dibawah 2kg ke seluruh dunia? Bagaimana menghitungnya dengan harga semurah itu, sedangkan untuk pengiriman domestik Indonesia saja biaya kirim sangat dipengaruhi oleh rute pesawat? Berapa biaya kirim aktual yang dibebankan pada harga produk?

Mengapa free shipping sangat penting? Karena hal itu mempengaruhi kecepatan mengambil keputusan untuk membeli. Bandingkan dengan saya yang harus bolak-balik mencari informasi pengiriman hanya untuk satu tempat jam seharga Rp 100.000,-. Pembeli dari luar negeri akan ragu dengan profesionalitas pengusaha online shop Indonesia dan akhirnya tidak jadi membeli.

Infrastruktur wiraswasta yang sangat lemah dan tidak merata di kota-kota Indonesia akan menjadi titik kekalahan perdagangan Indonesia di era AFTA. Kaki-kaki wiraswasta yang seharusnya menyangga perekonomian daerah dan memperkuat perekonomian nasional tidak akan mampu berdiri tegak. Pada akhirnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia akan berjuang sendiri menghadapi kompetisi antar sesama negara AFTA dan juga yang diluar AFTA. AFTA yang bertujuan untuk memperkuat perekonomian negara-negara ASEAN menghadapi zona perdagangan bebas lain bisa jadi bumerang jika Indonesia tidak bisa menyamakan atau kalau bisa memimpin langkah.

Harapan

Saya tidak tahu banyak teori atau data, tapi saya sudah mengalami sendiri faktanya. Daya saing wiraswasta kita terkendala oleh infrastruktur yang kurang memadai. Meskipun itu hanyalah satu bagian kecil dari keseluruhan kegiatan ekonomi Indonesia, tapi sedang trend dan melibatkan banyak sekali pemilik usaha. Saya yakin, usaha antar negara nantinya akan didominasi oleh bentuk yang seperti itu.


Kecenderungan pemerintah Indonesia adalah melihat trend usaha sebagai peluang untuk menambah pendapat negara. Peraturan cepat-cepat dibuat dan pajak segera dipungut. Padahal jika pemerintah mau mengutamakan dukungan infrastruktur, berarti akan banyak anggaran yang dihemat karena masyarakat mandiri secara ekonomi. AFTA akan menghadapkan kita pada kompetitor baru tapi juga sekaligus membuka pasar yang jauh lebih luas. Masyarakat yang mandiri secara ekonomi akan membuat Indonesia siap menghadapi AFTA.

Ditulis untuk mendukung 14th Indonesian Scholars International Convention (ISIC2014)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline