Lihat ke Halaman Asli

Jamur Sebagai Pengganti Daging, Drop Setiap Lebaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Rutinitas bisnis jamur dan selalu keliling di pasar-pasar tradisional dan pasar induk adalah aktivitas rutin saya membawa amanah petani jamur untuk dapat mendistribusikan jamurnya di kawasan lokal kita jabodetabek. Setiap hari bergumul dengan jamur membuat saya punya cerita tentang jamur.

Hari ini 1 Syawal hari ini hari lebaran baru sempat saya menulis seluk beluk bisnis jamur, karena memang H -2 sampe H+7 omset jamur segar menurun drastis hingga tinggal 5% saja. Namun hal ini sudah rutinitas dan biasa. Bagi rekan tani sudah bisa mengatasinya.

Harga Jamur Tiram di pasar induk sangat fluktuatif yang bisa berubah setiap jam nya. Seorang petani yang mengirim jamur ke tengkulak di Pasar Induk harganya berbeda jika dikirim jam 15. semakin sore semakin turun. Harga jamur tiram berfluktuasi seperti halnya Bursa Efek.

Di Pasar Induk Kemang Bogor, yang terkenal dengan istilah Pasar TU, kalu sudah jam 19.00 wib sudah susah untuk mendapatkan Jamur Tiram, maupun Jamur Merang. Barang memang masih ber ton-ton, namun sudah milik pelanggan rutin masing-masing.

Dalam situasi banjir jamur, bisa dilihat bila di Pasar Induk jam 24.00 masih ada jamur. Dalam keadaan seperti ini harga jatuh mencapai 50%. Namun jangan khawatir sesuai pengalaman situasi seperti ini dalam setahun terjadi hanya 2-3 kali saja. Kejadian ini karena situasi faktor alam.

Hari-hari biasa harga jamur di tingkat petani Rp. 6500,- sampai Rp.7000,- per kilo, di Pasar Induk harga Rp. 8000,- sampai Rp. 8.500,-; di Pasar Tradisional Harga Rp. 9.000,-; dan di di Pedagang Sayur Keliling harga mencapai Rp. 14.000,-

Omset Jamur untuk Pasar Ciputat-Tangerang Selatan setiap hari mencapai 500 Kg. Saya memperkirakan untuk Tangerang Selatan sebagai Kota Baru sehari bisa mencapai 10 Ton. Suplai ini 95% dikirim dari daerah Bogor dan Bandung. Sementara Kumbung-kumbung daerah Tangsel hanya bisa mensuplai sisanya sekitar 5% saja. Sangat disayangkan sampai hari ini Pemkot Tangsel belum ada gregetnya untuk mengembangkan pertanian jamur tiram ini, padahal saya melihat hasil produksi jamur di tangsel yang notabene daerah panas dan daerah randah terbukti menghasilkan jamur tiram yang lebih putih dan lebih kering dari pada daerah Bogor atau Bandung.

Untuk budidaya Jamur Tiram dengan kapasitas 15000 baglog memerlukan lahan 100 M2 dengan investasi Kumbung sekitar 15juta dan investasi baglog harga @ Rp. 2.000,- seharga 30 jt. Dalam waktu 4 bulan (1 musim) akan menghasilkan Jamur sekitar 10 ton, dengan pendapatan petani Rp.7000 per kilo = 70 juta rupiah. Pendapatan tersebut masih kotor dipotong ongkos tenaga kerja 2 orang dan persiapan untuk belanja baglog berikutnya sebesar 30 juta rupiah.

Memang sangat mengasyikan bertani jamur ini, sangat cocok untuk para pensiunan. Diperlukan ketelatenan namun dikerjakan dalam rumah-rumah jamur kumbung yang sejuk. Perawatan hanya disiram air tanah, tak perlu pupuk maupun pestisida, karena memang semua nutrisi sudah tercukupi untuk hidup jamur semusin yaitu 4 bulan.

Panen Jamur dilakukan 2 kali sehari, biasanya pagi jam 9 dan siang jam 14. Kemudian dikemas dalam kantong @ 5 Kg, dan diambil pedagang dengan pembahayan Tunai.

Bila Anda mau mencoba, ikutilah pelatihan jamur, dan nikmati hari tua dengan tetap sehat karena mengkonsumsi makanan jamur yang herbal ini. Jamur Tiram sangat enak, bisa diolah menjadi aneka menu seperti : Sate jamur, Rendang Jamur, Jamur Asem-Manis, Krispi Jamur, Bakso Jamur dan yang sudah lama kita kenal Pepes Jamur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline