Sekarang ini di kalangan pendidikan sedang sibuk membicarakan kurikulum nasional, pengganti Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006. Sekedar turun tangan saja, bagaimana baiknya jika dalam kurikulum yang akan dibuat itu dimuat juga tentang kabut asap kebakaran hutan. Mengingat kabut asap kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan telah membuat ribuan siswa terpaksa belajar di rumah karena sekolah diliburkan. Padahal para generasi bangsa tersebut menjadi amanah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga tidak patut jika nasib pendidikan mereka dikorbankan oleh kebakaran hutan yang sering terjadi dan tidak pernah tuntas.
Apalagi Ulangan Tengah Semester sudah di depan mata. Dan siswa kelas akhir pun harus dipersiapkan untuk berbagai ujian. Sementara para siswa yang tinggal di daerah yang tidak terkena kabut asap sibuk belajar, para siswa di Sumatera dan Kalimantan masih harus merasakan pedihnya asap di mata dan di saluran pernafasan. Daripada mengharap pasrah kepada hujan turun di musim penghujan, yang sebaliknya juga mengakibatkan bencana banjir bandang, lebih baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bicara dan mengambil keputusan demi menyelamatkan pendidikan di Indonesia. Bukankah perbaikan kualitas pendidikan menjadi momentum utama tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sekarang ini ?
Oleh karena itu kurikulum yang akan dibuat hendaknya memuat kontra indikasi jika terjadi kondisi yang dapat mengancam keberlanjutan proses belajar mengajar di sekolah. Dan sekolah-sekolah di Sumatera dan Kalimantan adalah juga bagian dari wilayah kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan hanya sekedar wilayah pemerintah daerah. Perlu juga kiranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersikap terhadap para pemangku kepentingan untuk segera dapat mengatasi kebakaran hutan.
Atas dasar hukum menegakkan tujuan kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, maka kebakaran hutan tidak lagi dipandang semata sebagai tugas Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup bersama Kepolisian Republik Indonesia semata, melainkan juga dapat menjadi alasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk bisa menggugat perusahaan pembakar hutan yang berada dalam jarak tertentu dari lingkungan sekolah. Karena asapnya telah membuat sekolah terpaksa diliburkan dan itu berarti menghalangi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kebakaran hutan memang diakibatkan oleh banyak faktor, namun kebakaran yang terjadi terus menerus setiap tahun tidak harus semata-mata menyalahkan alam saja. Sementara itu kurikulum juga harus berganti dalam periode tahun tertentu, akan tetapi bergantinya kurikulum lama dengan yang baru setidaknya bersifat mencerahkan. Sehingga dalam setiap bencana yang terjadi, apatah lagi kebakaran hutan, tidak mengorbankan peluang para siswa yang terkena kabut asap kebakaran hutan dengan para siswa yang tidak terkena di tempat yang lain untuk mendapat pendidikan yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H