Berkat pemerintahan Hwan-ung,
kehidupan manusia di bumi akhirnya menjadi sejahtera.
Nama Hwan-ung, Sang Raja Kahyangan terkenal dimana-mana.
Bahkan sampai terdengar ke telinga seekor beruang.
Beruang bersama macan sahabatnya tinggal bersama
di sebuah hutan yang lebat dan luas.
Mereka hidup rukun dan saling tolong-menolong.
Sebagaimana hewan lainnya, mereka hidup di alam bebas
dan mencari makan dari apa yang diperoleh di hutan.
Tetapi kehidupan di hutan lama-kelamaan semakin terancam.
Oleh karena itu beruang bermaksud ingin merubah nasib.
Beruang ingin merubah dirinya menjadi manusia !
Pagi itu, setelah beruang lama termenung, iapun berkata perlahan,
“Macan sahabatku, aku ingin sekali menjadi manusia,”
“Apa ? Ingin menjadi manusia ? Aku tidak mengerti maksudmu,”
sahut macan tidak percaya.
“Benar, aku ingin berubah menjadi manusia.
Sebab aku merasa menjadi manusia lebih baik hidupnya
daripada hanya sebagai hewan,”
kata beruang dengan yakin.
“Bukankah manusia adalah musuh kita ?
Penyebab kerusakan hutan kita pun karena ulah manusia,”
macan mencoba mengingatkan beruang.
“Benar, tetapi aku merasa jika menjadi manusia,
aku akan berusaha banyak untuk menyelamatkan hutan kita.
Sebab ada kelebihan manusia yang tidak dimiliki
oleh hewan seperti kita, yaitu manusia mempunyai akal,”
beruang berusaha meyakinkan macan.
“Baiklah, kalau itu alasanmu, aku juga mau menjadi manusia.
Tetapi, bagaimana caranya supaya kita bisa berubah
menjadi manusia ?” tanya macan ingin tahu.
“Aku mendengar tentang kebaikan dan kepintaran
Raja Kahyangan, Baginda Hwan-ung.
Aku merasa beliau mampu merubah diri kita menjadi manusia.
Oleh karena itu
aku ingin mengajakmu menghadap Baginda Hwan-ung,”
Jawab beruang sambil mengajak macan.
Mereka akhirnya keluar dari hutan untuk menemui Hwan-ung.
Mereka berjalan menuju gua besar di dekat pohon kayu cendana.
Gua tempat Hwan-ung dulu turun ke bumi
dan menjelma menjadi manusia.
“Mari kita berdoa di sini sampai Baginda Hwan-ung
datang dan menemui kita,” ajak beruang.
Mereka pun segera berdoa hingga sore hari
dan setelah malam menjelang mereka pun kembali ke hutan.
Begitulah setiap hari mereka tanpa lelah dan berputus-asa
mendatangi pohon cendana keramat dan berdoa di sana.
Setelah hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun,
akhirnya mereka mendapat hasil.
Mengetahui ada yang berdoa kepadanya,
Hwan-ung lalu mengirimkan utusan untuk menjemput mereka
dan membawanya ke istana.
Tentu saja mereka terkejut bercampur gembira seketika itu juga
“Baginda Hwan-ung meminta kalian datang ke istana,”
kata utusan tersebut.
Maka mereka bersama utusan tersebut segera berangkat ke istana.
Seketika sudah berhadapan dengan Hwan-ung di istana,
mereka terkagum-kagum melihat keindahan istana.
Mereka pun merasa rendah diri
membandingkan diri mereka dengan manusia yang menjadi penghuni istana.
Karena para penghuni itu terlihat begitu berwibawa.
Setelah berhadapan dengan Hwan-ung,
beruang dan macan segera menyampaikan salam hormat.
“Salam hormat kami untuk Baginda Hwan-ung,
Sang Raja Kahyangan,”
demikian ucap beruang dan macan kepada Baginda.
“Aku terima salam kalian, wahai beruang dan macan.
“Apa yang ingin kalian sampaikan kepadaku ?”
tanya Hwan-ung dengan lembut.
“Mohon ampun, Baginda.
Seandainya diperkenankan, kami ingin menyampaikan
sebuah permintaan kepada Baginda,” jawab beruang.
“Baik, katakanlah segera,”kata Baginda lagi.
“Baginda, sekiranya diperkenankan,
kami ingin sekali menjadi manusia,”
ucap beruang memberanikan diri.
Ternyata tidak, bahkan Hwa-Ung menjawab dengan bijaksana.
“Apakah kalian sudah mempertimbangkan semua akibatnya ?
Sebenarnya tidak mudah hidup sebagai manusia.
Selain itu untuk menjadi manusia syaratnya sangat berat.
Aku tidak tahu apakah kalian sanggup melakukannya,”
“Apa syaratnya, Baginda ?” tanya beruang hati-hati.
“Syaratnya adalah kalian harus makan duapuluh butir
bawang putih dan rumput ilalang,” jawab Hwan-ung tenang.
Terlihat beruang dan macan terkejut mendengar syarat tersebut.
“Tidak hanya itu syaratnya. Masih ada lagi.
Kalian juga tidak boleh keluar dari goa selama seratus hari.
Bila semua terpenuhi, maka dihari ke seratus satu hari
Baru kalian akan bisa berubah menjadi manusia,”
Hwan-ung kembali melanjutkan perkataannya.
“Baiklah baginda, kami akan mencoba memenuhinya,”
sahut macan dan beruang agak ragu.
Hwan-ung lalu memberi mereka
duapuluh butir bawang putih dan rumput ilalang.
“Aku memberikan syarat sedemikian berat
adalah sebagai ujian pertama dari kehidupan sebagai manusia.
Sekarang, kalian kembali ke goa dan mulai berdiam diri di sana.
Aku harap kalian dapat bertahan hingga hari ke seratus satu.
Jika tidak dapat, aku bisa memaklumi.
Sebab untuk hidup sebagai manusia memang tidak mudah,”
nasehat Hwan-ung kepada beruang dan macan.
Beruang dan macan pun merenungkannya dalam hati.
Setelah memohon diri, mereka akhirnya kembali ke goa.
Karena sudah menjadi tekad bersama,
keduapuluh butir bawang putih dan rumput ilalang itu
mereka makan satu demi satu setiap hari dengan perlahan-lahan.
Pada mulanya keduanya terlihat sangat kuat dan bersemangat.
Tetapi lama kelamaan, macan tidak tahan.
“Maafkan aku sahabat, aku tidak kuat lagi.
Aku mundur saja,” katanya gemetaran.
“Mengapa ? Bukankah kamu juga ingin menjadi manusia ?”
tanya beruang heran.
“Benar, namun aku merasa hidup sebagai hewan juga sama baiknya dengan hidup sebagai manusia.
Tanpa mendengar jawaban dari beruang,
macan keluar dari goa dengan langkah tertatih-tatih.
Beruang terdiam memandang sedih kepergian macan, sahabatnya.
Tanpa terasa hari yang ke seratus satupun tiba.
Maka ketika tiba di hari yang ke seratus satu,
Hwan-ung memenuhi janjinya mendatangi beruang.
Hwan-ung mendapatkan beruang masih dalam tapanya.
“Wahai beruang, saudaraku.
Hari ini selesai sudah masa tapamu,” titah Hwan-ung.
Beruang terkejut mendengar titah Hwan-ung.
Ia tidak menyangka waktu seratus satu hari telah berlalu.
“Sesaat lagi dirimu akan berubah menjadi manusia.
Bersiaplah dan tidak usah takut,”
kata Hwan-ung lagi.
Seketika keluarlah asap putih dari tubuh beruang.
Beruang sendiri merasakan dirinya berputar-putar.
“Wuuss, wuuss, wusss, …..,”
Kepalanya menjadi pusing dan tubuhnya bergetar dengan hebat.
Serasa melayang-layang di udara.
Lama ia merasakan keadaan demikian.
Sampai akhirnya terhenti sendiri.
Tetapi beruang telah terkapar di tanah.
Beberapa lama ia tidak sadarkan diri.
Ketika ia sudah sadar, ia mendapati dirinya telah berubah
menjadi seorang perempuan yang sangat cantik jelita.
“Bangunlah beruang, bercerminlah di air. Lihatlah dirimu kini,”
titah Hwan-ung lagi.
Beruang cepat-cepat berlari ke luar gua.
Di sebuah sungai kecil, beruang segera melihat bayangan dirinya.
“Benarkah ini aku ?” tanya beruang kepada dirinya sendiri.
Seakan tidak percaya, beruang masih terus bercermin di air.
Tentu saja beruang girang bukan main.
Keinginannya menjadi manusia telah terkabul kini.
Hampir ia lupa berterima kasih kepada Hwan-ung.
Oleh karena itu ia segera berlari kembali mendapatkan Hwan-ung.
Beruang berkali-kali membungkukkan badannya
Seraya mengucapkan terima kasih kepada Hwan-ung.
“Terima kasih Baginda Hwan-ung, Sang Raja Kahyangan
yang sangat baik hati, terima kasih,” katanya.
Hwan-ung hanya tersenyum
dan menganggukkan kepalanya kepada beruang.
“Saudaraku beruang, ingatlah mulai saat ini
kamu sudah menjadi manusia.
Pergunakanlah hari-harimu dengan bekerja keras,”
ucap Hwan-ung.
Setelah bermohon diri kepada Hwan-ung,
beruangpun memulai kehidupannya yang baru.
Selayaknya manusia, beruangpun mulai
memikirkan nama sebagai panggilan dirinya.
“Aku akan memakai nama “Ungnyo” saja,”
kata beruang setelah lama berfikir.
Hari demi hari berlalu,
Ungnyo menjalani hidupnya seorang diri.
Sementara itu kecantikan Ungnyo terdengar ke setiap orang.
Banyak lelaki yang menginginkan Ungnyo menjadi istrinya.
Tetapi mereka segera mundur begitu mengetahui
bahwa Ungnyo adalah jelmaan beruang,
meski begitu mereka mengakui Ungnyo tidak hanya cantik
tetapi juga baik hati dan pintar.
Namun, tetap saja tidak ada lelaki yang mau kepadanya.
Ungnyopun menjadi malu hidup sebagai manusia.
“Benar, hidup sebagai manusia tidak mudah,” kata Ungnyo sedih.
Dalam kesendiriannya Ungnyo kembali berdoa
dan memohon kepada Hwan-ung
di pohon cendana yang dulu.
Hwan-ung akhirnya kembali mendatangi Ungnyo.
Tetapi kali ini ia menyamar
menjadi seorang lelaki yang buruk rupa.
“Apa yang engkau lakukan disini seorang diri ?”
tanyanya dengan lembut.
“Aku sedang berdoa kepada Hwan-Ung,” jawab Ungnyo sedih.
“Apa yang kamu minta kepada Hwan-ung ?”
tanya Hwan-Ung pura-pura tidak tahu.
“Aku hanya menginginkan seorang lelaki
yang mau menjadi suamiku,” kata Ungnyo lagi.
“Jika begitu, apakah kamu mau bersuamikan aku
yang buruk rupa ini ?” tanya Hwan-ung menguji.
“Asalkan kamu baik dan bertanggungjawab,
aku bersedia menjadi istrimu,”jawab Ungnyo yakin.
Setelah itu, Hwan-Ung membuka samarannya.
Bukan main senangnya ia ternyata orang itu adalah Hwan-ung !
Singkat cerita akhirnya mereka menjadi sepasang suami istri
yang berbahagia rukun selamanya.
(sumber : buku "Selamat Datang di Korea" diterbitkan oleh Kedutaan Besar Republik Korea di Jakarta)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H