Lihat ke Halaman Asli

Rofatul Atfah

Guru Tidak Tetap

Bila Anggi Punya Pacar (I)

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Anggi namaku. Kata orang, aku manis, menyenangkan, sedikit centil, dan lumayan tinggi. Rambutku dipotong pendek, ikal, hitam, dan lumayan tebal. Mataku bersinar indah, agak sipit, dan alis yang lumayan bagus. Selain itu aku juga lumayan pintar Iiiih, koq pakai lumayan terus……? Yaa……gimana lagi ? Sebab, terlalu berlebih-lebihan juga tidak baik, bukan ? (Padahal sih…..sebenarnya memang pas-pasan).

Aku masih duduk di kelas Sepuluh SMA. Aku memiliki dua orang adik lelaki yang lumayan ganteng. Angga, duduk di kelas Tujuh SMP, dan Agung yang masih di kelas lima SD. Kami semua bersekolah di sekolah negeri yang…..lumayan keren. Maksudnya untuk tingkat kecamatan Cengkareng, gitu loch. Eh, ngomong-ngomong tahu tidak dimana Cengkareng ? Itu lho yang dekat dengan bandara Soekarno-Hatta. Tapi yaaaah, dekatnya bukan dekat benar. Beda provinsi lagi !

Lanjut. Alhamdulillah aku masih mempunyai Papah dan Mamah yang selalu kompak dalam berumah-tangga. Persis kata ceramah di pengajian, mereka ibaratnya pasangan yang mawaddah warrohmah dengan keluarga yang lumayan…..sakinah. Lho, koq gitu siih ? Sebab tidak setiap hari Sakinah. Selalu ada saja yang diributkan oleh Papah dan Mamah. Maklum, kata orang bertengkar adalah bumbunya kehidupan berumah tangga. Meski ada juga sih yang tidak musti begitu.

Perlu kalian ketahui, bahwa Papah orangnya penurut, pendiam, dan selalu banyak kerjaan. Sedangkan mamah adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Pintar masak dan memanfaatkan waktu. Jam kerja rutinnya : shubuh bangun, terus mencuci piring kotor bekas makan semalam. Selanjutnya menghangatkan makanan yang tersisa, atau membuat makanan baru untuk sarapan. Setelah itu mencuci baju, menjemur, dan pergi belanja. Untungnya tempat belanja bisa dijangkau dengan sepeda.

Pulang dari belanja, masak. Selesai masak istirahat sebentar, terus beres-beres rumah. Lalu mencuci piring dan gelas kotor bekas makan siang. Terus seterika sambil menonton televisi. Kemudian sholat Dhuhur. Berikutnya menjahit baju pesanan orang. Sore, sesudah mandi dan sholat Ashar, ngerumpi dengan tetangga. Malam, sesudah sholat Isya, dan nonton televisi, akhirnya tidur. Esoknya, seperti itu lagi. Begitu terus.

Malam ini, satu malam menjelang bulan Ramadhan, adalah malam minggu. Seperti biasanya dong ada acara apelan. Dodi, nama cowokku yang satu sekolah tapi lain kelas sudah datang untuk mengunjungiku. Dodi orangnya lumayan ganteng, baik, dan lumayan pintar. (Lumayan lagi, tuh !) Aku yang sudah duduk manis di sampingnya terus saja mengajaknya berbincang tentang puasa yang akan kami jalani esok hari.

“Kamu puasanya kapan ?” tanya Dodi begitu saja.

“Besok, sama seperti pengumuman pemerintah,” jawabku pasti.

“Kalau aku sudah mulai puasa hari ini,” Dodi menanggapi datar.

“Terus, jadi lebarannya duluan, dong,” aku menyahut.

“Biasanya begitu,” Dodi berkata pendek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline