Lihat ke Halaman Asli

Nanang Diyanto

TERVERIFIKASI

Travelling

Syech Iyad Abu Rabi' dan Cerita di Tengah Krisis yang Mengancam Palestina

Diperbarui: 17 Desember 2017   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syech Iyad Abu Rabi' menjadi imam sholat dhuhur di masjid As Syifa RSUD Harjono Ponorogo di hari pertama puasa Ramadan 1438

Ada yang berbeda pada sholat dhuhur di masjid As Syifa. Masjid yang berada dalam kompleks RSUD Harjono Ponorogo di hari pertama Ramadan kemarin. Syech Iyad Abu Rabi' imam dari masjid dari Palestina tersebut menjadi imam sholat dhuhur di masjid As Syifa. Meski bacaan sholat tidak dilafatkan karena sholat dhuhur, namun suara beliau ketika takbir dalam gerakan sholat suaranya fasih benar. Suaranya besar dan menggema dan membuat hati terasa berdesir. Suara merdu menyejukkan hati. Suaranya menderas, mengalun dengan lembutnya seakan sanggup memecah hati yang keras seperti batu, tenteram serasa

Selesai sholat dhuhur dilanjutkan siraman rohani dari beliau Syech Iyad Abu Rabi'. Melalui penerjemah beliau mengatakan bahwa Ramadan adalah bulan khusus yang disiapkan Allah, dan hanya datang dalam setahun sekali bagi umat yang beriman untuk bisa dijadikan sarana untuk bertakwa.

Umat Islam di dunia harus bersatu karena tuhannya satu, nabinya satu, kitabnya juga satu. Ketika sholat kiblatnya satu, dimanapun berada baik di belahan dunia sebelah timur maupun barat puasanya wajibnya sama pada bulan Ramadan.

Puasa itu cara umat Islam untuk menjadi satu. Baik yang di Palestina, Arab Saudi, Indonesia, negeri Eropa, Amerika, atau belahan dunia lain. Sama merasakan lapar, haus, dan sama tata caranya. Begitu pula ibadah wajib lainnya menyatukan umat Islam dunia.
Tak ada yang istimewa, semua mempunyai hak yang sama dan kewajiban yang sama. Yang membedakan hanyalah kwalitas takwanya, paparnya.

Setelah selesai pemaparan beliau mengadakan tanya jawab. Lewat penerjemah bagi yang tidak menguasai bahasa Arab. Namun begitu pertanyaan yang berbahasa Arab tetap diterjemahkan oleh penerjemah.

“Bagaimana kondisi Ramadan di Palestina yang sedang berkecamuk perang? Bagaimana saudara-saudara muslim di sana melaksana ibadah Ramadan?” tanya seorang bapak salah satu keluarga pasien yang sedang dirawat di RSUD Harjono.

Syech Iyad Abu Rabi' menceritakan kondisi terakhir di Palestina yang masih diblokade oleh tentara zionis

Sang Imam menarik nafas panjang, serasa ada yang berat ketika akan memulai bercerita. Kebutuhan pokok sulit masuk ke Palestina, krisis ekonomi sangat dirasakan rakyat Palestina. Kebutuhan dasar bahan bangunan yang merupakan roda penggerak ekonomi benar-benar tidak boleh masuk.

Listrik dibatasi, yang tadinya 12 jam sehari dikurangi menjadi 8 jam per hari. Seakan rakyat Palestina dibuat mati perlahan dengan pembatasan pasokan listrik ini.

Angka pengangguran semakin tinggi, penduduk miskin semakin banyak sedangkan bantuan intersnasional juga sulit masuk. Gaji pegawai terancam molor bahkan mengalami penurunan karena kemampuan pemerintah semakin rendah.

Pasar-pasar menjadi sepi karena taka da barang yang dijual, tak aada pembeli yang mampu membeli, daya beli masayarakat semakin turun drastis, cerita sang Imam.

Sang Imam juga menceritakan rumah sakit bantuan dari Indonesia masih dalam tahap pembangunan. Pelayanan kesehatandi Palestina semakin buruk karena keterbatasan obat. Pasokan obat-obatan diperketat oleh otoritas Israel.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline