Lihat ke Halaman Asli

Nanang Diyanto

TERVERIFIKASI

Travelling

Berburu Kayu Bekas Bongkaran Rumah Kuno

Diperbarui: 4 April 2017   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

daun pintu jati seharga 60 ribu

Sekilas rumah besar yang berisi kayu berbagai bentuk milik Pak Jemikun tersebut tak ubahnya seperti gudang. Gudang yang hanya menyimpan barang-barang yang sudah tidak dipakai, tidak berharga, atau mungkin pemiliknya sudah bosan sehingga ditumpuk begitu saja memenuhi gudang. Bahkan sebagian dibiarkan saja di pingir jalan disandarkan pada tembok di atas selokan yang diberi penghalang. Kayu kusam kehitaman sebagian berlubang atau keropos dimakan jaman.

Kayu-kayu bekas bongkaran rumah kuno yang hampir semuanya bermodel joglo dengan tiang penyangga yang besar-besar. Model boma (gebyok) dengan berbagai jenis ukiran dan motif. Berbagai jenis daun pintu dengan berbagai ukuran dan model. Berbagai mebel kuno berupa meja, kursi, almari, dan tempat tidur kuno. Berbagai pernak-pernik hiasan dinding atau alat kerja rumah tangga yang berbahan dasar kayu jati. Semuanya untuk apa?

Kesan di atas adalah kali pertama saya ketika sore tadi diajak Nidhom Fauzi ke gudang milik Pak Jemikun Desa Lembah Babadan Ponorogo.

kayu jati tua yang sudah berusia ratusan tahun, sangat layak pakai

satu set rumah joglo, pesanan orang Solo

kayu jati langka yang sulit ditemukan di toko kayu

“Ngersakne nopo mas?” tanya Mas Iwan, anak Pak Jemikun yang saban hari mengurusi gudang tersebut. Saya belum ‘ngeh’, masih bingung karena sedari awal saya hanya ikut begitu saja. Dhaniel dan Shandy langsung masuk menuju tumpukan daun pintu, sedangkan Nidhom menuju tumpukan blabak (papan-papan) berukir. Saya hanya mengikuti mereka sambil melihat-lihat. Sambil jalan, Mas Iwan menjelaskan tumpukan kayu berupa tiang besar yang ada di hadapan saya barusan dibeli orang Solo seharga 150 juta. Harga segitu termasuk murah katanya, dua hari yang lalu sekelas kayu ini dikirim ke Jakarta dengan harga 200 juta. Gila, saya mulai tertarik dengan apa yang dikatakan Mas Iwan.

“Kualitas kayu bekas bongkaran rumah kuno jauh lebih bagus dan kuat dibanding kayu sekarang, Mas. Kayu ini sudah berusia 2 ratusan tahun.” jelasnya. Katanya rumah yang dibeli orang Solo ini sudah turun-temurun 5 generasi, bila satu genarasi berusia 80 tahunan tinggal mengalikan 5, berarti 200-400 tahun.

gebyog Ponoroagan, bercerita tentang Ponorogo

buto cakil yang sudah dikombinasi dengan bunga dan keranka reyog, bisa untuk menilai kapan gebyog ini dibuat

Ada cara sederhana untuk mengecek usia kayu atau rumah, dari motif ukiran dan/atau pola gebyoknya.

“Mas, ini gebyok jaman Islam belum masuk Ponorogo. Artinya ini jaman sebelum Raden Katong di Ponorogo. Ukirannya masih bermotif hewan buas dan buto cakil dalam pewayangan,” tunjuk Nidhom menjelaskan.

“Sedangkan ini model gebyok yang sudah ada pengaruh Islam, buto cakil dan hewan dikombinasi dengan bunga-bungaan, dan yang di sana itu sudah bermotif merak dan bunga berarti jaman pengaruh reyog sudah ada di masyarakat kala itu…,” jelas Nidhom.

Pak Jemikun tak perlu berkeliling mencari rumah bongkaran atau rumah kuno, karena saban hari ada orang yang datang menawarkan rumah. Rumah-rumah yang dijual di sini adalah rumah joglo atau rumah limasan. Yang berusia lebih seratus tahun. Sedangkan para pembeli lebih banyak dari luar kota, terutama Jawa Tengah dan Jakarta. Para pembeli dari Jawa Tengah dan Jakarta ini konon mengekspor ke berbagai negara di Eropa dengan keuntungan berlipat-lipat.

wow 30 ribu per lembar, murah

tinggal pilih motif tau polos, usianya sama sama tuanya

Lalu Nidhom menjelaskan kalau kayu bongkaran rumah ini bisa dipotong-potong bila dibuat rumah model baru, tapi sayang nilai seninya hilang. Keuntungan kayu bongkaran lebih tua, lebih kuat, dan ndak bakalan bisa menemukan kayu sebagus ini pada pohon kayu jaman sekarang. Menurutnya ini kayu langka. Kayu jati yang sudah sulit sekali ditemui di pasaran, kayu yang belum pernah dipakai. Sedangkan daun-daun pintu tersebut bisa lebih cantik dan unik dibanding pintu sekarang. Tinggal membersihkan dan poles tipis dan pelitur tipis tanpa merusak pola serat kayu.

Menurut Nidhom yang sehari-hari mempunyai bengkel pelitur, perkakas kayu yang mirip sampah ini bisa dibersihkan dan dibuat hiasan dinding atau keperluan lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline