Dikembangkannya destinasi wisata di suatu daerah berimbas pada kehidupan warga sekitarnya. Gua Pindul, gua fenomenal yang saban hari menyedot ribuan pengujung. Warga sekitar terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata, menjadi gaet, menjadi penjual makanan dan minuman, penyewakan home stay, persewaan peralatan seperti ban dan pelampung, penjual sovenir, dan lain sebagainya.
Tentunya perubahan pekerjaan dari petani dan peternak menjadi pengelola pariwisata akan menjadi permasalahan tersendiri. Semakin hari gua Pindul semakin ramai, dengan semakin ramainya semakin banyak pula warga sekitar yang terlibat langsung. Tidak semua warga bisa terlibat, mulai soal usia, kesehatan, sampai tingkat pendidikan untuk menjadi pemandu wisata.
Sementara para penduduk masih menganggap pertanian dan peternakan masih merupakan pekerjaan pokok yang menghidupi mereka. Anggapan keterlibatannya di pariwisataan masih dianggap sebagai pelengkap, sebagai tambahan yang untuk sementara belum bisa diandalakan.
"Namine wong plesir mas, kadang rame kadang nggih sepi, masio saben dinten ketingal soyo rame tapi taksih damel samben." Kata mbah Dimin. Kata mbah Dimin namanya orang tamasya kadang ramai kadang sepi, meski semakin hari semakin ramai pekerjaan di tempat wisata masih merupakan pekerjaan sampingan.
Dengan akrab mbah Dimin berbagi cerita tersebut tadi pagi kepada kami yang kebetulan berombongan berwisata ke Gua Pindul dalam rangka perayaan syukuran pencapaian akreditasi paripurna versi 2012 di RSU Hajono Ponorogo tempat kami bekerja.
Banyaknya penduduk yang terlibat di bidang pariwisataan membuat mbah Dimin memutar otak. Pekerjaannya sebagai kuli panggul ditinggalkan. Usianya yang memasuki renta (78 tahun) tak lagi kuat seperti dulu. Sekitar 3 tahun yang lalu dia memanfaatkan peluang mencari rumput dan mengumpulkan tebon (daun dan batang jagung untuk dijualnya pada penduduk yang saban hari bekerja di sektor pariwisata. Awalnya merumput sendiri bersamaan dengan waktu usahanya makin ramai. Kini dia tidak merumput lagi namun menerima setoran rumput tu tebon dari orang-orang yang menjual kepadanya. Sekarang mbah Dimin bagaikan bos menjadi pengepul makan ternak.Per ikat rumput atau tebon dibelinya 4 ribu rupiah dan dijualnya 5 ribu rupiah.
Saban hari ketika kemarau (sulit rumput) bis menjual 400 sampai 500 ikat. Sedangkan kalau musim penghujan seperti sekarang ini saban hari laku 100-200 ikat.
Ketika ditanya kalau sedang tidak musim tebon, dia mengatakan jenis rumput kolondono atau gelagah (rumput gajah).
Rumput-rumput tersebut sekarang tak hanya berasal dari Wonosari saja namun banyak orang yang menyetor dari wilayah daerah Gunung Kidul. Kapanpun ada orang menjual rumput atau orang mau membeli rumput akan dilayaninya.
"Lumayan mas damel nyambung gesang." katanya, bisa untuk menyambung umur di usianya yang sudah tua dan tak ingin membebani anaknya yang sudah berumah tangga.
"Lumayan wontene panggenan plesir tumut nambahi penghasilane penduduk Piyaman Wonosari ngriki..." katanya, Lumayan adanya tempat wisata ikut menambah pendapatan penduduk Piyaman Wonosari.