Nganjuk, 06 Agustus 2015 | Subuh baru saja berlalu, namun geliat pasar di pasar sentra bawang merah Sukomoro Nganjuk sudah dimulai, meski lapak-lapak masih sepi namun sudah ada 5-9 pengepul dan petani yang menjual hasil pertanianya.
Kata mbah Legi pengepul yang berada dipojok paling selatan, harga bawang merah saat ini sedang anjlok 5-6 ribu perkilo dan untuk bawang merah super (kwalitas terbaik) menurutnya dihargai 9 ribu per kilogram. Tapi saya ndak percaya begitu saja dengan apa yang dikatankan mbah Legi karena ketika ada petani yang kebetulan menjual bawang merah hasil pertaniannya dia mengatakan, "Telung antus -patang atus, lan mangatus.....".
Saya juga bingung dengan istilah tersebut, namun begitu petani penjual tersebut berlalu saya ikuti dan saya tanyakan berapa harga yang sebenarnya, dia mengatakan telung atus atau 3 ribu untuk kualitas sedang, patang atus atau 4 rinu untuk kuwalitas baik, dan mangatus atau 5 ribu untuk kualitas super. Menurutnya dia terpaksa menjula bwang merahnya dengan harga murah karena anaknya sudah mulai masuk sekolah dan perlu uang untuk daftar ulang, menurutnya harga semua memang jatuh dan bilapun disimpan pasti akan rusak karena bawang merah tidak bisa bertahan lama, kecuali diberi obat untuk mengawetkan, obat tersebut obat yang sering dia pakai untuk bawang merah bibit. Ketika saya tanya mengapa tidak dikasih obat pengawet tersebut pada hasil panennya? Dia menggeleng dan mengatakan obat tersebut juga mahal, dia past tambah merugi.
Pak senen juga sedih karena bawang merahnya juga ditawar murah oleh mbah Legi, dia dan istrinya membawa pulang lagi hasil panenannya, dia berharap seminggu atau dua minggu lagi harga bisa naik, dia juga menceritakan menjelang lebaran kemarin dia bisa menjual dengan harga 40 ribu per kilogram.
"Jeblog mas...., wis ben tak simpene maneh duwit telung ewu kenek gawe opo....." kata istrinya sambil naik ke atas becak suaminya.
Sayapun melanjutkan perjalanan menuju sawah dimana tempat bawang merah tersebut ditanam, dan saya mendakati Pak Soyo yang sedang menyirami tanamannya, ketika saya tanya hasil bawang merahnya dia menjawab, "Sebenere panene apik mas, tapi jombrot regane ambleg..... regane nek petani kari rongewu, lan super limangewu..." keluhnya yang artinya meski hasil panennya bagus tapi harganya jatuh, harga ditingkat petani tinggal 2 ribu dan yang super 5 ribu.
Biar bagaimanapun dia akan merawat bawang merahnya sampai panen, dia sirami saban habis subuh untuk menghilangan air embun yang menempel agar daun tidak busuk, menurutnya lagi dia menyewa sepetak tanah ini (1 kotak istilahnya) seharga 3 juta pertahun, dan sekali tanam untuk 1 kotak dia mengeluarkan modal 6 juta, dia pasrah dengan kondisi ini, dan dia tiada berhenti berharap menjelang bulan besar harga akan meningkat bersamaan dengan banyaknya orang yang melaksanakan pesta penganten pada bulan Besar.
*) Salam jalan jalan
*) Salam Kampret
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H