Lihat ke Halaman Asli

Nanang Diyanto

TERVERIFIKASI

Travelling

[Hari Ibu] Ginah ....

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Seberapa besar dosa emakmu, dia tetap emakmu yang  telah mati-matian bertahan hidup untukmu dan anakmu, semua bisa bersalah begitu dulu ketika kamu hamil sewaktu masih sekolah, emakmupun awalnya nggak bisa menerima keadaanmu, dan kamu sendiri tahu diruang tamu ini pula aku merayu emakmu untuk memaafkanmu, dan kini giliranmu yang memaafkan emakmu…….”

Ginah

Namanya singkat dan padat, perempuan desa yang tak kenal huru-hara gemerlapnya teknologi, perempuan sederhana yang terpuruk karena suasana.

Keluarganya hancur setelah suaminya meninggalkanya dengan membawa kabur istri tetangga di 16-tahun yang lalu. Dengan beban seorang putri hasil dari perkawinannya yang kini telah menginjak usia 16-tahun pula.

Di usianya yang baru 35-tahun Ginah harus berjuang mati-matian untuk menghidupi putrinya yang kebetulan satu setengah tahun yang lalu hamil di luar nikah dengan teman SMA sekelasnya, dan sekarang putrinya terpaksa dinikahkan di usia muda, meski belum cukup umur lewat sidang di Pengadilan bisa mendapatkan dispensasi surat nikah. Bertambahnya anggota keluarga dari seorang putri, seorang menantu, kini Ginah kebebanan mengasuh cucunya yang kini berumur 5 bulan. Sedangkan putrinya bekerja di salah konveksi di dekat pasar Songgolangit. Sedangkan menantunya membuka konter hape dan jualan pulsa elektronik.

Pagi tadi sekitar jam 3 bagi rumah saya digedor-gedor orang, dan setelah saya buka ternyata tidak lain Nanik anaknya Ginah, Nanik sudah begitu akrab dengan saya karena 5 bulanan yang lalu melahirkan di klinik saya.

Sebagai seorang bidan di desa, saya harus siap 24 jam sesuai janji saya ketika dilantik jadi bidan dulu.

"Bu.... Emak saya perutnya mules dan berdarah-darah dari jalan lahirnya.." kata Nanik didepan pintu ketika pintu baru saja saya buka.

"Ya.. Ya.. Kamu pulang dulu, saya segera kesana, hati-hati jalan masih gelap jangan ngebut..." jawab saya dan langsung mengambil tas istrument yang selalu saya siapkan untuk menjaga keadaan emergensi.

Jalanan masih gelap karena adzan subuh belum terdengar, dingin menusuk tulang dan kelupaan tidak pakai jaket.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline