[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="langit sudah memerah, aku harus segera keluar dari kamar sari"][/caption]
Nanang Diyanto , No 88
Nafas Darto berdesis, dia bligsatan seperti orang kesetan, sambil melempar kolor dan kaos oblongnya ke kursi dia segera memburu Sari yang diujung tempat tidur, Sari yang pura-pura tidur tidak bisa menyembunyikan kikuknya. Darto menarik tubuh sari yang masih terbungkus selimut ke tepi ranjang, dan langsung Darto menarik dengan kasar pakain bawah istrinya, Sari masih terdiam lunglai, aku yakin Sari pura pura tidur. Berkali-kali aku lihat Sari merapatkan matanya meski sudah terpejam seakan memberi kode agar aku bersabar dan memaklumi apa yang ada didepanku. Tampak cairan bening keluar dari sudut mata Sari. Darto seperti tambah kesetanan dan menghujam-hujamkan senjatanya dan mulutnya mulai merencoi tak karuan.
"Hoooooooo......ohhhhhhhhhhhhhh......" kata terakhir Darto sebelum tertidur terkapar di samping Sari disebelah ranjang sisi dalam.
Sari menutupi suaminya dengan sarung, dan segera bergegas menuju kamar mandi yang melewati tempatku berdiri.
"Maaf........." suara sari lirih, dan segera jari telunjukku kutempel di bibir Sari, sambil kekecup keningnya.
Mataku sedikit kupejamkan seakan menyuruh sari untuk segera menuju kamar mandi.
Aku kembali duduk dikursi meja rias tempatku duduk sejak Darto masuk kamar.
Kulihat darto terkapar, dengan suara senggar-senggor dari mulutnya yang bau, ingin rasanya kucekik lehernya.
"Saariiiiiiii........" teriak Darto, dan kulihat matanya masih terpejam, pasti Darto mengigau.
"Iya mas bentar...... aku masih pipis......" jawab Sari dari balik kamar mandi
Sebentar kemudian bau harum sabun yang aku beli sore tadi menyetak hidungku, tubuh Sari wangin melati, wajahnya ayu meski pipinya cekung, tubuhnya kuning mulus dan hanya terbungkus handuk kecil yang cuma menutupi payudara sampai paha atasnya. Aku segera berdiri karena kursi yang aku duduki karena akan diduduki Sari dan aku ingin menikmati ketika Sari dandan.
Sari mengelap sisa-sisa air yang membasahi rambut dan wajahnya dengan ujung anduk yang sebagian masih melilit tubuhnya. Dikibaskannya rambutnya meski pendek di atas bau namun bisa membuatku blingsatan. Disisirnya rambutnya, meski tak mengembang tak mengurangi keayuanya. Segera dia mengambil lipstik diusapkannya bendar merah itu dibibir bawahnya, dan segeram mengulum bibirnya yang atas untuk meratakan pemoles bibirnya.
"Pauchk......" suara bibir Sari saat mengatupkan bibir atas bawah persis ketika mengulum bibirku. Dan aku hanya mengulum ludah, sambil memegangi pundak dari belakang mengahadap cermin rias, dan hanya bayangan Sari yang da didalam cermin, dan entah apa yang bisa Sari lihat di dalam cermin riasnya.
"Gredek......." Sari membuka almari di samping meja rias, segera sari mengambil baju tidurnya yang berenda, dan segera dia kenakan ditubuhnya, dialempar handuk yang sejak tadi menyiksa melilit tubuhnya.
Sari cantik sekali, dalam bungkus warna hijau muda tranparan dia memeluku, melumat bibirku dan menarikku di ranjang disebelah suaminya yang ngorok pulas tertidur.
Sari berada ditengah dan aku dipinggir ranjang sementara Darto suaminya diujung pojok sebelah dalam, berbatas guling dari kami.
Berkali kali Sari menciumiku, begitu juga aku. Semalaman kami saling peluk, saling raba, nyaris tanpa tidur sampai subuh tiba.
Sayup-sayup Adzan terdengar dari masjid desa, aku segera berpamitan dan mencium Sari yang masih belum aku puaskan semalam.
"Aku pulang dulu sudah pagi......" kataku lirih sambil memeluknya.
Kulihat mata sari berkaca-kaca mengantar aku pergi sampai pintu depan, dan kulihat truk Darto hanya diparkir sekenanya di pinggir jalan. Aku harus segera pergi dan harus pergi sebelum Jimat dari Mbah Jarwo kehilangan fungsi.
Paginya aku mendatangi mbah Jarwo, "Mbah apa ndak ada ajimat yang bisa membuat orang tak terlihat siang dan malam?"
"Ada tapi kamu kudu puasa 40 hari tanpa makan tanpa minum, tanpa tidur, kamu sanggup?" jawab mbah Jarwo seakan menantang.
Aku tak menjawab hanya mengangguk setuju.
Demi sari aku harus mencobanya.
*) belajar ngegombal
Tulisan ini diikutkan dalam Even Fiksi Fantasi yang diselenggatarakan oleh Fiksiana Community
Baca tulisan teman yang lain di sini
Gabung di grup pencinta fiksi yuh dan atas, persisk! Di sini yaa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H