Lihat ke Halaman Asli

Selawat (Bukan) Mantra!

Diperbarui: 7 November 2022   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuatu yang berlebih dari takaran akan tumpah. Demikian kira-kira gambaran sederhana soal "berlebih". Gambaran tersebut sejalan dengan peribahasa Indonesia yang berbunyi "terlalu aru berpelanting, kurang aru berpelanting" yang berarti segala sesuatu yang berlebih atau kurang akan berakibat kurang baik.

Hal di atas berlaku dalam segala hal, termasuk dalam konteks mencintai nabi, sekali pun. Ada sebuah kisah tentang sahabat nabi, Umar bin Khattab, saat mendengar kabar bahwa Nabi Muhammad saw. meninggal dunia, ia menolak setiap usaha orang lain yang meyakinkannya mengenai kabar pahit tersebut.

Umar berdiri di hadapan publik dan meyakinkan mereka bahwa Nabi tidak meninggal dunia. Menurutnya, Rasul sedang pergi menemui Allah dan akan kembali setelah 40 hari, layaknya Musa bin Imran dulu saat menemui Tuhannya. Ia menghilang selama 40 hari dan dianggap mati oleh orang-orang namun kembali setelah itu.

Satu penggalan terakhir yang Umar katakan kepada publik kala menanggapi kabar meninggalnya Rasul adalah "Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!" Sebuah ungkapan yang terlalu emosional dari seorang sahabat kepada nabi kesayangannya. Umar sedang dalam kondisi khilaf, saat itu, padahal Allah pernah berfirman dalam al-Quran bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.

Umar kembali  menyadari kekhilafannya setelah Abu Bakar datang meyakinkannya bahwa Nabi sudah meninggal. Umar jatuh tersungkur ke tanah, kedua kakinya tak mampu menahan raganya yang lemah. Kemudian Abu Bakar mendatangi kerumunan dan mengabarkan kepada publik sembari berkata "Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selamanya tak pernah mati."

Kemudian Abu Bakar juga mengutip ayat dari QS. Ali Imran: 144 "Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur."

Dalam konteks di atas Abu Bakar adalah sosok pengingat bagi sahabatnya, Umar bin Khattab, saat situasi dan kondisi Umar yang kalut. Umar kala itu "tak terima" kehilangan Nabi yang selalu ia cintai. Setiap saat ia menemani Nabi, berjuang di jalan Allah untuk kemuliaan agama yang Rasul bawa. Lebih dari itu ia termasuk sahabat Nabi yang dijamin masuk surga karena kesalehannya, pula karena jasanya terhadap Islam, berupa material maupun nonmaterial, yang tak terbilang.

Kebersamaan dengan seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidupnya, kemudian orang yang dicintainya "menghilang" adalah sebuah situasi di mana kepedihan, kesunyian, kehampaan, kekosongan serta ketakbermaknaan tengah mendominasi Umar, akal sehatnya pun berhenti sejenak karena faktor tersebut.

Tak hanya Umar yang kehilangan Nabi, seluruh sahabat sedih dan menangis karenanya. Kecintaan mereka terhadap Nabi tak terdeskripsikan dengan kata-kata. Bahkan, umat Nabi  yang tak pernah melihat langsung Nabi pun rindu sosoknya yang hangat dan terpuji sebagaimana yang dikisahkan dalam beberapa hadis.

Ada beberapa cara mencintai Nabi yang sudah tiada, antara lain dengan memuliakan, meneladani, menaati perintahnya, membaca selawat, pula mengikuti sunah-sunahnya. Namun, pada praktiknya, disadari atau tidak, ada umat Nabi yang mengaku mencintainya, justru, menyalahi sunah-sunahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline