Lihat ke Halaman Asli

Suara Kami dari Sekolah Guru Kebinekaan 2022

Diperbarui: 7 Oktober 2022   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Setelah mendapatkan email dari Yayasan Cahaya Guru (12/5/22) tentang Surat Keputusan Tim Seleksi No: 16.20/YCG-SGK/E/V/22 yang berisi pengumuman hasil seleksi peserta Sekolah Guru Kebinekaan (SGK), saya dan 29 orang lainnya dari berbagai daerah di Indonesia (Kalimantan, DKI Jakarta, Banten, Papua, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi, dll) sah menjadi peserta SGK 2022.

Senang, tentunya, bisa lolos tes tulis dan wawancara hingga akhirnya dapat bergabung dengan lembaga ini. Di SGK ini, saya bisa berjumpa dengan guru-guru hebat dari beragam daerah, meski hanya di dunia maya via zoom meeting.

Sekolah Guru Kebinekaan merupakan sebuah program yang digagas oleh Yayasan Cahaya Guru (YCG) dalam rangka menyemai toleransi dengan mengikis sekat prasangka dan merajut harmoni perjumpaan. 

Kesempatan berharga ini tak saya sia-siakan. Setiap dwipekan, tepatnya saban Sabtu pagi hingga siang, dari pukul 09.00 sampai 12.00 wib. saya selalu meluangkan waktu untuk menerima asupan pengetahuan baru dari beragam narasumber luar biasa yang dihadirkan oleh Yayasan Cahaya Guru.

Materi dan metode yang digunakan dalam program SGK ini untuk membangun kapasitas dan peran guru sebagai rujukan nilai-nilai keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan di lingkungan pendidikan dan masyarakat.

Tema-tema yang dibahasnya pun begitu beragam. Ada sekitar 11 tema bahasan yang disuguhkan YCG sebagai bahan diskusi selama kurang lebih 5 bulan (21 Mei-15 Oktober 2022).

Pertemuan perdana (21/5/22) yang kami ikuti mengetengahkan tema "Mengenal Keragaman". Dalam sesi ini setiap guru dari berbagai daerah mengutarakan jenis dan bentuk keragaman yang berada di sekolahnya masing-masing. Tentu dengan segala kelebihan dan kekurangan, hal-hal positif dan negatif yang dirasakan dengan tujuan sharing bersama yang lain dalam rangka menganalisis masalah yang terjadi yang kemudian dicarikan solusi bersama bagaimana mengatasinya problem tersebut. 

Setiap sekolah, di mana seorang guru mengajar, dengan segala keragaman warganya baik peserta didik, guru itu sendiri, lingkungan, norma, adat dan sejenisnya, memiliki potensi konflik yang dapat merugikan semua pihak jika tidak diselesaikan dengan sikap arif. Sejatinya,  setiap permasalahan dijadikan media pembelajaran agar kelak tidak terulang.

Keragaman dalam konteks perbedaan keyakinan atau agama dan gender sepertinya mempunyai problem khusus yang terjadi rata-rata sekolah di seluruh Indonesia. Dua contoh tersebut kerap terjadi karena kebijakan yang dibuat oleh pemangku kebijakan (stake holder) berdasarkan kehendak mayoritas atau karena minimnya pemahaman seorang pemimpin terhadap bacaan teks kitab suci tertentu sehingga "menafikan" keyakinan yang lain.

Pertemuan ke-2 (4/6/22) kami disuguhi materi "Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara" Menurut beliau pendidikan diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak; menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline