Lihat ke Halaman Asli

Shareloc dalam Tinjauan Lain

Diperbarui: 11 Juni 2020   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri


SHARELOC (baca: serlok) di WAG sebagai bukti bahwa kita, "buruh negara"' ada di rumah dan tetap bekerja. Serlok dinilai sangat ampuh untuk memonitor seluruh buruh negara di lingkungan Pemda.

Ada koordinator khusus dari BKD yang memantau "eksistensi" (baca: keberadaan fisik) kita. Ringkasnya, WFH tidak dipakai untuk melancong, jalan-jalan, dan sejenisnya tapi digunakan untuk bekerja meski fisiknya berada di rumah.

Kebijakan serlok di atas berlaku sejak diterbitkan surat edaran MENPAN RB serta SK Gubernur nomor sekian, garis miring, angka romawi, huruf, sekian, dan sekian. Tak lain, sebagai strategi pemerintah pusat dan daerah menghadapi Covid-19 agar buruh negara yang berada di lapangan tetap bisa bekerja di rumah, bukan nyantai rebahan.

Demikian kami, setiap hari kerja, melakukan serlok. Biasanya serlok dimuali pukul 07.00 WIB. Setelah salat subuh, saya berusaha untuk tak tidur kembali. Ya betul, tebakan Anda betul sekali. Tak lain agar tak 'bablas' tidur, meski alarm sudah dipasang.

Hingga pukul 06.30, mata saya sudah mulai 'ngeleyep', merem melek tak bisa 'disiram' air kopipun. Akhirnya saya ketiduran, terbangun sesudah pukul 07.00. Sekitar 45 menit saya telat untuk melakukan serlok. Ini artinya, ada itung-itungan ekonomi di akhir bulan nanti.

Tapi, kalimat "syukur walhamdulillah" masih harus saya ucapkan dan tulis di sini. "Terlambat kok malah bersyukur, harusnya ucapkan 'astagfirullah' dong", komentar warganet. Pastinya demikian.

Alhamdulillah, telatnya tak terlalu banyak. Alasan konkretnya, tak mencapai satu jam. Bayangkan jika bukan WFH, bisa jadi saya telat hingga 1-2 jam. Pasalnya, waktunya dipakai untuk mandi, berpakaian, sarapan  dan jarak tempuh perjalanan dari rumah ke tempat kerja. Tapi karena kondisinya berbeda, tinggal klik, atur waktu lamanya (8 jam) dan  bagikan di WAG. Praktis, kan?

Teknologi memudahkan, meringankan dan mengasyikan. Di sisi lain justru sebaliknya. Ia seolah pisau, kadang membantu 'ibu-ibu muda' ketika memotong bahan-bahan memasaknya di dapur. Juga bisa melukai tangan 'ibu-ibu tua' di saat yang sama.

*Kota Serang-Kamis Pagi, 11 Juni 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline