Lihat ke Halaman Asli

Jangan Percaya Penulis Amatir!

Diperbarui: 9 Juni 2020   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Entah hembusan angin dari arah mana, tiba-tiba saya mau berbagi pengalaman menulis, meski saya "sama sekali bukan" termasuk kaum penulis profesional. 

Oh mungkin, karena dalam dua atau tiga hari terakhir ini, saya sering menulis status spontan di facebook kemudian saya unggah ke satu blog, yang dikenal dengan "Beyond Blogging". Sebutlah, Kompasiana!

Seperti biasa, setelah saya selesai menulis di portal daring kemudian tayang. Hasil tulisannya saya 'share' ke jejaring sosial, selain saya bagikan juga link-nya via whatsapp ke bebarapa orang yang saya anggap kenal dekat atau semi dekat. 

Respons mereka beragam, ada yang menanggapi positif dan berterima kasih, ada juga yang kritis, pula banyak yang apatis. Yang jelas tak ada respons histeris, seolah tengah menonton drama korea.

Selain respons di atas, setelah mereka membaca tulisan saya, ada (juga) beberapa orang yang meminta saya untuk diajari bagaimana cara menulis. "Tolong dong, ajari saya menulis di media, Kang. Saya mau banget menulis dan tulisannya bisa dipublikasikan di media, bagaimana caranya?". Demikian kira-kira jenis pertanyaannya.

Sebenarnya pertanyaan di atas adalah pertanyaan repetisi yang saya terima. Setiap kali saya bagikan tulisan, pertanyaan itu kembali muncul. Perlu diketahui, saya malu sebenarnya mendapatkan pertanyaan tersebut. 

Saya bukan seorang penulis terkenal, pula bukan penulis profesional. Jauh dari kata "pandai" dalam urusan tulis menulis. Yang saya kerjakan adalah menulis apa yang ada dalam benak atau pikiran. Prinsipnya, menulis ketika ingat sebelum terserang lupa.  

Soal tulisan yang masih salah dalam tata bahasa, kurang lihai memilih diksi, kurang tajam analisis dalam suatu hal atau juga masih kurang sistematis dan sejenisnya, semuanya saya nafikan. Yang jelas, tugas saya adalah memindahkan ide-ide yang masih abstrak dalam benak ke dalam media yang kemudian bisa dibaca oleh saya dan publik secara konkret. Pasalnya, jika ide tersebut tak dipindahkan maka tak akan ada wujud konkretnya.

Terus terang, cita-cita saya bisa menulis, muncul sejak awal saya kuliah. Rasa malu sebagai mahasiswa, yang tak bisa menulis adalah motivasi kuat yang melatar belakangi saya untuk bisa menulis. Tapi, saat itu, tetap tak ada ' action' menulis. Akhirnya, saya tetap tak menulis apa-apa. Taka ada satu tulisan lepaspun yang dihasilkan.

Keberanian saya menulis baru muncul di pertengahan awal 2016-an. Badui U. Subhan, salah satu inspirator saya dalam menulis, walau jenis dan objek tulisannya berbeda dengan objek tulisan saya. Ia memotivasi saya untuk mengirim tulisan esai pertama saya di selasar.com. sebuah portal nasional yang lumayan keren dan bergengsi saat itu.

Saya memberanikan diri mengirim sebuah esai sederhana di portal tersebut, tentu dengan membuat akun pribadi terlebih dahulu di sana. Dua atau tiga hari, esai sederhana saya lolos kurasi (sunting) oleh dewan redaksi dan bisa tayang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline