Lihat ke Halaman Asli

Mengobok-obok Kitab Suci Berbahasa Daerah

Diperbarui: 7 Juni 2020   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Menurut saya, Gonjang-ganjing soal kitab Injil berbahasa Minang dalam bentuk aplikasi yang bisa diunggah bebas di Playstore adalah sesuatu yang kontraproduktif. 

Beberapa individu yang mewakili organisasi atau golongan tertentu, sejak warta tersebut muncul, menyodorkan argumentasi baik dalam rangka penolakan atau pembenaran masing-masing.

Sekelas kepala daerah tingkat satu, Irwan Prayitno selaku Gubernur Sumbar berupaya keras menolak seraya meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk segera menghapusnya. Tak jelas betul kenapa ia begitu ngotot meminta itu. Apakah ada perwakilan dari arus bawah yang 'mendesaknya', (karena) mayoritas pemeluk agama tertentu merasa resah atau terancam eksistensi agama, kepercayaan serta umatnya atau ada alasan lain yang enggan diutarakan karena sesuatu dan lain hal (baca: teknis)?   

Kepala daerah memang punya kewenangan soal itu. Ada pertimbangan tertentu yang sudah didiskusikan dengan jajaran yang ada di bawahnya. Plus-minusnya sudah dikaji. Kira-kira demikian, ringkasnya. Lembaga-lembaga yang berada di bawahnya, mau tak mau harus tunduk dan mangut terhadap kebijakan atasan.  

Plt Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama, Ioma Sarumaha, tak bisa berbuat apa-apa meski ia merasa tak ada yang salah dengan alih bahasa (terjemahan) kitab suci yang berbahasa daerah, dengan tujuan atau maksud pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk pengetahuan agama.

Sejalan dengan Sarumaha, mantan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin  juga menilai keberadaan kitab Injil berbahasa Minang tersebut tak bermasalah. Ia mengapreseasi upaya penerjemahan kitab suci tersebut seraya menyarankan untuk diterjemahkan dan disebarluaskan. Tak lain, karena bisa membantu para pemeluknya memahami isi kitab secara lebih baik. Oleh sebab itu, adanya kitab Injil berbahasa Minang harusnya justru diapresiasi (twitter @lukmansaifuddin)

Penolakan terhadap perilaku Gubernur Sumbar dalam konteks di atas juga datang dari berbagai kalangan baik sebagai aktivis parpol, kebebasan beragama, demokrasi atau hak asasi manusia maupun sebagai lembaga tertentu yang pro terhadap kebebasan beragama dan HAM.

Jika mau dipersoalkan dan diperpanjang "masalah" di atas, akan banyak objek tulisan yang akan saya ketik. Tapi saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan ungkapan atau semacam wejangan (sok ngiyai), berikut ini: "Bacalah kitab sucimu, tak peduli agamamu apa, kemudian amalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Soal bahasa kitab sucimu apa, itu soal lain"

Kota Serang-Minggu Malam, 7/6/2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline