Kepada Yth Bapak Jonan,
saya tadi sudah membaca berita detik tentang usul pak menteri jonan, soal perpanjangkan landasan. Ok saya ada masukan tambahan buat melihat pertimbangan biaya tiket lebih murah, biaya pengeluaran lebih kecil, lebih hemat BBM.
Jadi saya usulkan seluruh landasan diperpanjangkan sebaiknya 2200m, jangan 1800m atau 1400m... kalau tidak ada tanah, bisa digeser bangunan pindah ke tempat lain, atau bikin jembatan sambungan (kl ujungnya jurang).
nanti semua bisa didarati oleh pswt jumbo Boeing 747 atau airbus A380. Alhasil biaya tiket bisa turun lebih murah 40% sekitar. Boeing 747 atau airbus A380 harus bisa mendarat di seluruh kota di pulau2, tapi terbang ke tmpt cukup 1 atau 2 kali ke tujuan dengan jarak jauh. tdk perlu 4 kl, cukup pindah ke tujuan lain gak harus balik ke tmpt sama.itu hemat bbm/jumlah orang banyak.
Contoh skesta jalur cocok utk boeing 747/A380, dari jakarta ke papua sekali saja rute, gak balik lg sampai besok saja. karena daya angkut cukup misalnya. Dephub melihat saja jumlah penumpang ke papua dari jakarta berapa orang perhari. Kalau satu kali udah cukup kalau dilihat sedikit.Terus pesawat balik ke jakarta, atau ke riau. Bisa berganti rute terus sesuai jarak jauh secara berputar. jadi Pesawat2 jumbo lain juga ganti2 rute sesuai jarak jauh, kalau pesawat jumbo melalui jarak terpendek, ya dari bandara harus isikan bensin SEDIKIT saja utk hemat BBM buat daya angkat pesawat ke udara.
Tetapi idealnya jarak menengah dan jauh, itu tidak perlu menguras bahan bakar banyak kalau naik ke udara berkali2, karena naik udara sama saja AKSERASI memboroskan BBM. Dephub cukup menggunakan cara efektif adalah transfer rute pada tiap pesawat jumbo. Artinya tiap pesawat jumbo saling menukar rute sesuai jarak harus tetap selalu jauh dan menengah. Itu untuk terhindari terbang dengan rute terpendek (kalau terpendek tentu boros daya angkat lagi dua kali).
Coba Dephub membuat skesta dulu utk transfer rute dari pesawat jumbo ke pesawat jumbo lainnya. Terus diprogram untuk komputerasi transfer rute pada tiap pesawat. Tidak harus pesawat terus dengan satu rute terus. Ini cara penghematan luar biasa dan terbaik di dunia.
Itu diutamakin dulu pada Garuda Indonesia, karena milik BUMN, bila berhasil, makanya biaya pengeluaran lebih kecil dan mendapat keuntungan besar. Garuda Indonesia jangan kalah sama jumlah besar pemakai lionair/air asia. Tapi jika Garuda Indonesia selesai dibenahi, baru minta lionairlines, air asia agar menggunakan pesawat JUMBO. Karena itu untuk mengurangi beban daya beli tiket masyarakat dan memperbaiki keuntungan perusahaan swasta Indoensia. Serta meningkatkan pelayanan.
Dan saya ada saran lagi buat Dephub,
Jika Dephub mengutamakan perbanyak jumlah KA cepat dari jakarta-surabaya, itu lebih baik daripada perbanyak pesawat dari jakarta-surabaya. Kenapa? karena alasan mudah. Biaya pengeluaran KA cepat lebih murah sekali daripada biaya pengeluaran pesawat. Biaya pengeluaran KA cepat serute bisa saja 15 juta rupiah sedangkan biaya pengeluaran pesawat bisa mencapai ratusan juta rupiah. Mahal sekali itu membebani anggaran negara dan mendapat keuntungan sedikit sekali.
Itu sangat ideal hanya rute di satu PULAU, tapi tidak ideal untuk ke luar pulau. Ideal pengadaan KA cepat untuk trans Jawa, Trans Sumatera dan Trans Kalimantan. Sedangkan pesawat hanya ideal sekali untuk terbang keluar pulau, efektif sekali. Mohon diperhitungkan pendapatan antara perbedaan pesawat dan KA cepat di satu pulau.