Kita semua tahu kalau telah dilakukan Reshuffle Kabinet Kerja jilid II yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada Tanggal 27 Juli 2016 kemarin. Spekulasi dan opini banyak berkembang di masyarakat, termasuk di media sosial. Ada yang menghubung – hubungkan ini dengan berbagai pemberitaan yang sedang populer saat ini, seperti reklamasi jakarta, dukungan terhadap Ahok, dan lain lain. Termasuk ada juga yang menghubungkan peristiwa ini dengan bagi – bagi jatah partai politik.
Dalam sudut pandang saya, reshuffle yang dilakukan oleh Jokowi adalah betuk penegasan bahwa pemerintah sedang fokus pada pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Indonesia dan mengejar ketertinggalan Indonesia untuk bersiap menghadapi persaingan global yang memang sudah tidak bisa hindari lagi. Wacana bagi – bagi kursi parpol memang sangat sering dihembuskan sebagai bahan dasar dari sebuah kritik atas kebijakan pemerintah. Ini wajar, dan memang setiap kali ada kebijakan baru dari pemerintah, wacana ini pasti selalu ada.
Sebelum kita melihat lebih jauh, ada baiknya saya menunjukkan sisi yang berbeda dari tiap – tiap nama yang dipilih oleh Jokowi dalam Kabinet Kerja jilid II ini.
Budi Karya Sumadi
Budi ditempatkan menjadi Menteri Perhubungan menggantikan Ignasius Jonan. Sebelum menjabat sebagai Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi pernah duduk dalam beberapa Jabatan antara lain, Direktur Utama Angkasa Pura II Jakarta, Dirut Angkasa Pura II, PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Pada awalnya ia banyak mendedikasikan dirinya pada properti terutama dengan Jaya Group, termasuk pernah menjadi Presiden Direktur PT Pembangunan Jaya Ancol sejak tahun 2004. Ia sendiri memulai karirnya pada tahun 1982 sebagai Arsitek Perencana pada Departemen Real Estate PT Pembangunan Jaya.
Dari latar belakang Budi ini saya bisa melihat kalau sebenarnya perencanaan pembangunan di bidang perhubungan memang sudah matang, hanya saja dalam ekeskusinya di lapangan, masih terdapat beberapa kendala yang belum bisa dipecahkan. Pembangunan jalur perhubungan darat pada banyak tempat masih terkendala oleh pembebasan lahan, disinilah latar belakang Budi dalam bidang property sangat diperlukan. Begitu juga dengan pelebaran pelabuhan yang terkait dengan perhubungan laut. Latar belakang Budi Karya Sumadi dalam bidang perhubungan udara juga saya rasa sangat mampu untuk bisa menyelesaikan masalah – masalah klasik dalam bidang perhubungan udara.
Archandra Tahar
Archandra Tahar ditunjuk sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menggantikan Sudirman Said. Archandra merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) dan merupakan salah satu pengusul off shore blok Masel. Dia juga memiliki firma di Amerika Serikat. Archandra Tahar adalah seorang ahli Kilang Minyak Lepas Pantai.
Sudirman Said telah menyelesaikan tugas besarnya dengan baik, yaitu memberantas mafia migas, dan langkah pemerintah selanjutnya adalah mempercepat laju pembangunan di blok Masel yang merupakan salah satu dari blok produksi sektor migas terbesar di Indonesia. Alasan penggantian Sudirman Said lebih kepada keahlian yang diperlukan saat ini pada pengelolaan blok Masel yang memang dimiliki oleh Archand Tahar, disamping pengalaman dan koneksi yang dimiliki oleh Archand Tahar yang sudah cukup banyak dibidang ini.
Airlangga Hartarto
Airlangga Hartato didaulat sebagai Menteri Perindustrian, menggantikan Saleh Husin. Airlangga adalah perwakilan dari Partai Golkar yang telah menyatakan dukungannya kepada pemerintah. Mungkin belum banyak yang tahu kalau Airlangga Hartarto adalah putra dari Mantan Menteri Perindustrian Hartarto Sastrosoenarto, yang merupakan Menteri Perindustrian di era Presiden Soeharto.