Lihat ke Halaman Asli

Eko Nurhuda

TERVERIFIKASI

Pekerja Serabutan

Sritex Arena, Warisan Kejayaan Bhinneka Solo (dan Sri Rejeki Isman?)

Diperbarui: 1 November 2024   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenang Solo, salah satu nama yang langsung menyeruak di ingatan saya adalah GOR Bhinneka. Wahana olahraga yang belakangan berganti nama Sritex Arena tersebut boleh dibilang warisan kejayaan klub basket Bhinneka dan juga PT Sri Rejeki Isman, Tbk.

Saya sebut salah satu karena ada beberapa nama lain yang seketika muncul di kepala begitu mengenang Solo. Yang pertama Hotel Novotel, lalu Taman Sriwedari, diikuti Sami Luwes, Persijatim Solo FC,  serta GOR Bhinneka dan Bhinneka Sritex.

Itu semua karena saya sempat sebentar bermukim di Solo, tak sampai setahun. Persisnya 22 tahun lalu, ketika menjalani on the job training (OJT) wajib dari kampus yang lantas saya lanjutkan sebagai magang mandiri di Hotel Novotel.

Selama di Solo, saya tinggal di sebuah rumah sederhana yang disulap menjadi kos-kosan 5 kamar di Kelurahan Sriwedari. Terletak di ujung sebuah gang yang tepat berada di sebelah barat tembok pagar kediaman mewah seorang, konon, bangsawan Kasunanan Surakarta di Jl. Slamet Riyadi.

Di Google Maps, gang tersebut dinamai Gang Buntu. Namun sebetulnya bukanlah tanpa ujung. Karena setelah lurus ke selatan dan mentok, kita bisa berbelok ke barat dan terus melangkah sampai tembus ke Jl. Museum melalui Masjid Muslim.

Nah, rumah yang menjadi tempat kos saya dulu tepat berada di ujung belokan Gang Buntu tersebut.

Sepelemparan Batu dari GOR Bhinneka

Suatu ketika, saya dibuat penasaran oleh suara ramai-ramai yang terdengar dari arah selatan. Suara khas sorakan penonton sebuah pertandingan olahraga.

Mulanya saya kira ada pertandingan sepak bola di Stadion Sriwedari. Namun asal suara dari arah selatan, sedangkan letak stadion di sebelah barat tempat kos saya.

Jarak antara tempat kos dan stadion sebetulnya tidak terbilang jauh, hanya sekitar setengah kilometer. Akan tetapi di antara kedua tempat terdapat jalanan ramai, juga deretan penghalang berupa bangunan pertokoan dan gedung, plus pepohonan rindang di Taman Sriwedari.

Lalu, seperti halnya sekarang, pada masa itu Stadion Sriwedari hanya menggelar pertandingan level bawah dengan sedikit penonton. Gabungan semua faktor itu membuat suara yang sampai tidak akan sejelas yang saya dengar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline