TIMNAS Indonesia kembali membekuk Brunei Darussalam di leg kedua Putaran Pertama Kualifikasi Piala Dunia 2026. Bertanding di Stadion Sultan Hassanal Bolkiah, Bandar Seri Begawan, Selasa (17/10/2023) malam WIB, Tim Garuda lagi-lagi menang telak 6-0.
Gol kemenangan Indonesia disumbangkan oleh Hokky Caraka yang mencetak brace (6' dan 44'), lalu masing-masing satu buah dari Egy Maulana Vikri (42'), eksekusi penalti Witan Sulaeman (47'), Rizky Ridho (63') dan Ramadhan Sananta (82').
Dengan hasil ini, secara agregat Indonesia unggul telak 12-0 atas Brunei. Skor yang agaknya bakal memunculkan euforia di mana-mana, terutama di media sosial, yang lantas diikuti rasa bangga berlebihan.
Yang disayangkan, media mainstream kerap kali jadi pemicu kebanggaan di luar batas seperti ini. Tak jarang pemberitaan media terlalu mengedepankan kebanggaan yang belum pada tempatnya alias terlalu dini.
Ambil contoh ketika Indonesia menang 6-0 di leg pertama, lima hari lalu. Belum apa-apa hasil tersebut sudah disebut sebagai sebuah keberhasilan membanggakan bla bla bla.
Lalu profil Dimas Drajad yang mencetak hat-trick diangkat tinggi-tinggi. Ada pula media yang enak saja membanding-bandingkan ketajaman striker Persikabo 1973 tersebut antara di timnas dengan di klub.
Padahal kalau melihat konteks, pertandingan melawan Brunei di GBK kala itu barulah awal dari serangkaian proses yang harus dilalui Indonesia menuju satu tujuan: Piala Dunia 2026 dan Piala Asia 2027. Masih terlalu dini untuk menyebutnya sebagai keberhasilan.
Okelah, berhasil menang. Memang harus diakui memenangkan pertandingan pun adalah sebuah keberhasilan. Namun lihat-lihat jugalah lawannya siapa.
Ujian Sesungguhnya
Tanpa bermaksud meremehkan sama sekali, Indonesia menang lawan Brunei itu adalah sebuah keniscayaan. Tinggal skornya saja berapa.
Selain sejarah pertemuan kedua negara yang terlalu didominasi Indonesia, secara materi pemain pun di atas kertas Tim Garuda unggul. Makanya pelatih Shin Tae-yong berani melakukan eksperimen dalam dua pertandingan Putaran Pertama ini.