SEMPAT dinilai anasionalis, ide naturalisasi yang pernah ditolak PSSI belakangan justru menjadi kebiasaan. Seolah tradisi dari tahun ke tahun. Belum lama kita kembali disuguhi nama pemain hasil naturalisasi dalam daftar 24 pemain yang dipanggil timnas U-23 jelang Asian Games 2018. Mereka adalah Stefano Lilipaly, Alberto Goncalves, dan Ezra Walian.
Memang ini bukan skuad final. Bakal ada empat pemain yang terdepak usai menjalani training center di Bali mulai Selasa (24/7/2018) ini. Tapi tetap saja masuknya nama-nama pemain naturalisasi dalam timnas U-23 kian menebalkan kesan PSSI ingin menempuh jalan pintas menuju prestasi. Jalan pintas yang dirintis sejak era Nurdin Halid di tahun 2010.
Diawali dengan Cristian Gonzales yang masuk buku sejarah sepak bola nasional sebagai pemain 'impor' pertama di timnas Indonesia, hingga kini entah ada berapa puluh pemain asing yang berstatus Warga Negara Indonesia. Rasa-rasanya kita bisa membuat 2-3 kesebelasan yang seluruhnya berisi pemain naturalisasi.
Gonzales orang Uruguay totok. Sejak 2003 ia merantau ke Indonesia dan berkali-kali mencatatkan diri sebagai top scorer di Liga (Super) Indonesia (2005, 2006, 2007/08, 2008/09). Ia juga merupakan top scorer Piala Indonesia 2010. Tak heran jika kemudian pengurus PSSI kepincut padanya. Pria kelahiran Montevideo ini pun disumpah sebagai WNI tepat sebulan sebelum memperkuat Tim Garuda di Piala AFF 2010.
Selain Gonzales, saat itu ada pula nama Irfan Bachdim. Meskipun berayah seorang Indonesia asli dan memegang paspor Indonesia sejak lama, Irfan tetap terhitung orang asing. Namanya baru dikenal luas di kalangan publik sepak bola tanah air saat tampil dalam dua laga amal di Malang dan Surabaya medio 2010.
Irfan semakin asing karena ternyata tidak fasih, kalau tidak mau dikatakan tidak bisa sama sekali, berbahasa Indonesia. Ia hanya bisa berbicara dalam bahasa Belanda dan Inggris. Menyanyikan lagu Indonesia Raya? Entahlah.
Pro dan kontra tentu saja mengiringi masuknya duet Gonzales-Irfan ke dalam timnas kala itu. Terlebih keduanya kemudian selalu menjadi starter di tiga laga Indonesia dalam babak penyisihan Grup A. Striker 'abadi' timnas yang juga pemain kesayangan fan Merah Putih, Bambang Pamungkas, jadi korban. Bepe, si pencetak gol terbanyak timnas, harus rela duduk di bangku cadangan.
Suara-suara sumbang mulai berkurang setelah melihat trengginasnya penampilan timnas kala melibas ketiga lawan di fase grup. Tanpa ampun Malaysia, Laos, dan Thailand dibabat habis. Poin penuh. Duet Gonzales-Irfan nyata sekali memberi perbedaan pada permainan timnas. Kontribusi keduanya berbuah kemenangan.
Gol penyama kedudukan saat melawan Malaysia, contohnya, lahir berkat pergerakan tanpa bola Irfan di sisi kanan kotak penalti lawan. Lalu gol kedua yang membuat Indonesia berbalik unggul dicetak oleh Gonzales dengan penuh gaya. Gol inilah yang merontokkan mental Malaysia, membuat timnas mampu menyarangkan tiga gol lagi di babak kedua dan mengakhiri laga pertamanya dengan skor meyakinkan, 5-1.
Saat melawan Laos, aksi individu Gonzales di kotak 16 meter lawan berbuah pelanggaran yang mengakibatkan hadiah penalti. Gol Firman Utina dari titik putih memecah kebuntuan sekaligus membuka keran gol kemenangan besar Indonesia atas Laos. Dalam laga tersebut Irfan mencetak gol keempat Indonesia di menit ke-51.
Ketika menundukkan Thailand di partai ketiga, lagi-lagi aksi Gonzales yang membuat lawan dijatuhi hukuman penalti. Eksekusi Bambang membuat Indonesia menyamakan kedudukan sebelum akhirnya menang 2-1. Indonesia menasbihkan diri sebagai juara Grup A dengan catatan 100%.