Lihat ke Halaman Asli

Pajak Dosa

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh drh Chaidir

PERNAH dengar pajak dosa? Pajak dosa beda dengan pajak preman. Kalau pajak preman itu, kaitannya dengan uang ketakutan, uang dengar, pungutan liar, uang perlindungan, uang palak, uang lapak, dan sebagainya, yang sifatnya tidak resmi. Oleh karena itu pajak preman, termasuk upeti yang sedang diributkan itu, tak tercatat sebagai penerimaan negara. Pajak preman itu uang siluman dimakan setan.

Pajak dosa beda, Bung. Kendati namanya menyeramkan, pajak dosa adalah penerimaan resmi negara. Di negara-negara maju, pajak dosa ini merupakan penerimaan yang sangat besar dan menjadi andalan untuk mendanai berbagai program pemerintah seperti pembangunan jalan, jembatan, gedung-gedung olahraga, bahkan juga pembangunan sekolah dan rumah sakit. Pajak dosa alias sin tax diperoleh dari pajak tempat-tempat perjudian, minuman keras, tembakau, rokok, tempat hiburan esek-esek dan sejenisnya. Dengan menyebut penerimaan pajak tersebut sebagai sin tax, secara tidak langsung sebenarnya diakui, obyek pajaknya otomatis merupakan obyek dosa. Tapi karena manusia tak bisa dilepaskan dari kebiasaan buruknya, maka sekalian saja pengelolanya atau produsennya dikenakan pajak secara resmi.

Dua resor wisata terpadu di Singapura misalnya, yakni Marina Bay Sand dan Resort World Sentosa yang disebut memiliki kasino terbesar di Asia, tahun lalu penghasilannya dilaporkan mencapai Rp 42,4 Triliun (US$ 5,7 miliar). Nilai ini hampir setara dengan total penghasilan dua puluh kasino yang ada di Las Vegas, yang mencatat total penghasilan sebesar Rp 56,8 triliun (US$6,1 miliar). Makau yang terkenal dengan judinya, tahun lalu memperoleh penghasilan US$ 33,5 miliar atau setara Rp 301 triliun. PM Malaysia Najib Razak juga mengakui, penghasilan kasino Genting Highland sangat besar dan itu digunakan untuk membangun Malaysia. Malaysia baru-baru ini juga mengumumkan rencana untuk menggunakan dana dari pajak dosa atas alkohol serta tembakau untuk mendanai program-program kesehatan serta sejumlah aktivitas olah raga.

Monako, yang setiap tahun menggelar balapan Formula 1 di jalan-jalan raya kotanya, juga hidup dari hasil kasino. Kasino di Sun City, Afrika Selatan juga memberi andil besar dalam helat Piala Dunia sepakbola 2010. Bahkan Uni Emirat Arab mengenakan pajak 50 persen untuk minuman beralkohol. Di UEA jika seseorang mengantongi izin dan beli untuk minum di rumah, akan dikenakan tambahan pajak 30 persen lagi. Sebagaimana dikutip berbagai media, Perdana Menteri Haiti Laurent Lamothe mencanangkan peningkatan pajak dosa untuk meraih dana sebesar 100 juta dollar AS yang diperlukan guna membiayai sektor pendidikan. Pajak dosa di Haiti ini, berupa pajak tambahan terhadap alkohol, sigaret, dan bisnis perjudian.

Sebenarnya, tingginya animo para penguasa dan para politisi kita untuk membangun proyek-proyek mercusuar seperti gedung-gedung megah bertingkat, stadion mewah, jembatan-jembatan fenomenal, mega-mega proyek multiyeras, dan juga kunjungan-kunjungan studi banding ke luar negeri, serta acara-acara seremonial lainnya, pengeluarannya bisa diambil dari pos anggaran penerimaan pajak dosa. Dengan demikian tidak mengganggu alokasi anggaran untuk kesejahteraan rakyat. Sulit? Tak ada yang sulit. Otoritas lembaga politik kita bisa dengan mudah menyusun legislasi obyek pajak dosa tersebut. Tepuk dada tanya selera, sehingga tidak jadi munafikin. Capek dech.

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline