Lihat ke Halaman Asli

KAMSE U PAY

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh drh Chaidir

PERKELAHIAN atau penganiayaan atau pengeroyokan atau apapun namanya yang terjadi antara dua kelompok mahasiswa di kampus Universitas Riau beberapa hari lalu, tentu saja memalukan sekaligus amat memilukan. Peristiwa itu tidak hanya menimbulkan korban luka-luka, tetapi juga memporak porandakan rektorat UR. Beberapa unit komputer dan laptop ikut hancur berantakan. Komputer dan laptop yang menyimpan segudang data itu adalah darah sebuah universitas.

Kerugian harta benda dan juga rusaknya sejumlah data tentulah mengenaskan, namun ada sesuatu yang membuat galau amat mendalam; peristiwa itu telah mencederai nama baik mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki idealisme. Segudang atribut yang penuh keterhormatan dan harga diri melekat di pundak mahasiswa. Mahasiswa disebut the iron stock, cadangan bijih besi yang siap ditempa untuk sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Mahasiswa adalah harapan bangsa, pemimpin masa depan. Mahasiswa adalah intelektual muda yang mata airnya masih jernih. Mahasiswa adalah agen perubahan (agent of chance).

Bermodal atribut tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab sejarah. Mahasiswa memang punya catatan sejarah panjang yang ditulis dengan tinta emas dalam membawa bangsanya ke arah perubahan yang lebih baik. Pergerakan Indonesia merdeka dimulai oleh mahasiswa. Angkatan 66 yang menumbangkan rezim orde lama tulang punggungnya adalah mahasiswa. Gerakan reformasi 1998 yang menumbangkan orde baru tulang punggungnya juga mahasiswa. Dengan jacket almamaternya yang kusam mahasiswa melakukan kontrol sosial. Menyampaikan orasi yang memuat kritik terhadap penyelenggaraan kekuasaan yang merugikan rakyat. Kritik mahasiswa ini disampaikan ketika lembaga-lembaga perwakilan rakyat terlalu angkuh untuk berbicara apa adanya. Atau ketika lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang seharusnya menjadi corong rakyat tak lagi berbunyi.

Kenapa mahasiswa? Karena mahasiswa belum terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan suatu kelompok, golongan, ormas, parpol, dan sebagainya. Dengan demikian suara mahasiswa masih murni. Mereka berani menyuarakan kebenaran untuk kepentingan bangsanya, dan oleh karena itulah mahasiswa dikatakan memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut, menjadi idealisme sempit.

Sejarah gerakan mahasiswa mencatat, Kelompok Cipayung adalah wujud gerakan mahasiswa yang bernafas kebangsaan yang berjuang dengan penuh idealisme. Mereka berasal dari berbagai gerakan mahasiswa seperti HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, PMII, tapi mereka tidak berbicara tentang warna jaket. Aneh, justru sekarang ketika bangsa kita sedang memasuki sebuah bangsa modern yang berdemokrasi, warna jaket ternyata menjadi masalah serius.

KAMSE U PAY (Kampungan sekali uuu..payah)...he..he..he..

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline