Oleh drh Chaidir
BLITZKRIEG alias serangan kilat KPK ke DPRD Provinsi Riau, Rabu (4/4/2012) pekan lalu meninggalkan rumor: "Pasti ada orang dalam yang melapor." Kalau ya kenapa, kalau tidak kenapa? Dengan demikian tidak penting apakah ada orang dalam atau orang luar yang melapor. Kenyataannya KPK sudah turun melaksanakan tugasnya. Selebihnya kita ikuti proses penyelidikan dan proses hukumnya. Fiat iustitia et ruat coelum.
Namun tidak bisa dipungkiri, karena keterbatasan personil untuk menjangkau seluruh wilayah nusantara, KPK tetap memerlukan jasa informan atau pengadu, seseorang yang menyampaikan informasi kepada KPK. Dalam dialog interaktif jarak jauh saya dengan Juru Bicara KPK, Djohan Budi, yang dipandu oleh RRI Pekanbaru beberapa hari lalu, diungkapkan, bahwa KPK dalam melaksanakan tugasnya, juga menggunakan pendekatan whistleblower’s system.
Whistleblower adalah seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempat dia bekerja, dan dia memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Dalam arti harfiahnya whistleblower adalah peniup peluit. Sejenis peluit yang sering digunakan dalam pertandingan olahraga. Istilah whistleblower ini sebernarnya bukan sesuatu yang baru. Istilah tersebut pertama kali dipopulerkan oleh Ralph Nader, seorang aktivis di Amerika Serikat untuk menghindari konotasi negatif terhadap istilah informan atau pengadu. Mesin pencari Wikipedia.org menggunakan istilah "Pengungkap Aib" untuk menerjemahkan whistleblower. Secara umum whistleblower sebenarnya tidak hanya melaporkan masalah korupsi saja, tetapi juga skandal lain atau segala hal yang melanggar hukum dan dapat menimbulkan tidak hanya kerugian tetapi ancaman bagi masyarakat.
Contoh yang paling popular di Indonesia tentang Whistleblower adalah ketika maraknya pemberitaan yang menimpa Kepolisian Republik Indonesia yang berhadapan dengan whistle blower (Komjen Susno Duadji, mantan Kabareskrim Polri). Skandal ditubuh Kepolisian yang dilaporkan oleh Whistleblower ketika itu adalah skandal makelar kasus. Atas keberaniannya mengungkap kebenaran atas pelanggaran yang terjadi maka Komjen Susno Duadji, meraih Whistle Blower Award 2010 dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas). Susno menang karena dinilai memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh panitia, yaitu laporannya berdasarkan fakta dan bukan fitnah; memberikan dampak publik yang luas dan positif; bertujuan agar ada langkah-langkah konkret untuk perbaikan ke depan; tidak ada motivasi untuk memopulerkan diri dan meraih keuntungan pribadi, baik secara fisik maupun secara finansial; serta menyadari sepenuhnya segala potensi risiko bagi dirinya atau keluarganya. (Kompasiana.com)
Memang beberapa kalangan tertentu, terutama yang memberi arti sempit terhadap semangat korp (esprit de corp) memandang whistleblower adalah seorang pengkhianat karena melaporkan masalah internal institusinya kepada KPK. Tetapi bagi masyarakat umum yang terhindar dari kerugian lebih besar akibat informasi yang dilaporkan kepada KPK, sehingga pihak yang bersalah bisa dikenakan sangsi, Whistleblower adalah pahlawan.
Untuk yang ingin melaporkan indikasi tindak pidana korupsi, tapi merasa sungkan atau takut identitasnya terungkap, karena kebetulan kenal baik dengan pelakunya, misalnya atasan, teman sekerja, dan lain-lain, seseorang bisa menggunakan fasilitas Whistleblower. Sebenarnya, melaporkan indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh atasan kepada bagian Pengawasan Internal di tempat seseorang bekerja bisa saja dilakukan, tapi tidak ada jaminan identitas pelapor akan terjaga kerahasiaannya. Dengan menjadi whistleblower bagi KPK, kerahasiaan identitas pasti dijamin KPK. Mau?
Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H