Lihat ke Halaman Asli

PSU Nano-nano

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh drh Chaidir

SIAPA Walikota Pekanbaru? Jawaban yang benar: Walikota Pekanbaru adalah Herman Abdullah. Bagaimana dengan Firdaus MT atau Septina? Bukankah satu diantara mereka akan terpilih? Siapapun yang terpilih dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) 21 Desember 2011 besok pagi, dia hanya walikota pengganti. Bagaimana pula dengan Syamsurizal? Dia hanya Penjabat..he.he..he…

Banyak kalangan sebelumnya memperkirakan, bahkan hakkul yakin, suksesi Walikota Pekanbaru pasca Herman Abdullah akan berlangsung mulus. Sebab Pekanbaru adalah ibukota Provinsi, rata-rata penduduk sudah maju. Pemilihnya sudah cerdas. Sekurang-kurangnya ada enam perguruan tinggi terbilang (UR, UIN, UIR, Univ Lancang Kuning, Univ Abdur Rab dan Univ Muhammadyah), dan sejumlah akademi. Di Pekanbaru berjibun orang-orang terdidik dan terpelajar. Profesor, doktor, magister tak terhitung jumlahnya. Mahasiswa yang senantiasa memikul beban sejarah sebagai penjaga moral bangsa, kritis dan kukuh dengan idealismenya, puluhan ribu jumlahnya.

Dari sekian banyak tokoh masyarakat di Riau, seperti cerdik-pandai, alim ulama, tokoh adat, kepala suku yang disegani, sebagian besar bermastautin di Pekanbaru. Mulai dari yang berkumis tebal melintang, berjenggot dan berjubah panjang, bersorban belang-belang, atau bertanjak tinggi menjulang, semua ada. Para tokoh pemimpin formal dan informal itu dipahami oleh masyarakat banyak, memiliki “pakaian batin” yang lazim disebut sifat dan kepribadian terpuji. Dalam ungkapan adat Melayu, tokoh itu dengan sangat indah disebut, “…memakai syarak lahir dan batin, imannya tebal adat pun kental, takwanya nampak ilmu pun banyak, berdada lapang berpikiran panjang, bijak dalam bertindak, amanah dalam bersumpah…”

Pekanbaru agaknya tidak salah disebut barometer Riau dalam bidang poleksosbud hankam. Pekanbaru adalah wajah Riau. Buruk wajah Pekanbaru buruk pula wajah Riau. Begitulah kira-kira.

Tapi tak dinyana, pemilukada Pekanbaru yang sebetulnya bisa biasa-biasa saja (siklus kepemimpinan lima tahunan) berkembang menjadi rumit, penuh provokasi, sak wasangka, fitnah, dan nafsu angkara murka. Semuanya berawal ketika MK membatalkan kemenangan pasangan calon Nomor 1 (Firdaus-Ayat Cahyadi) di semua Kecamatan (12 kecamatan) di Pekanbaru atas pasangan calon Nomor 2 (Septina-Erizal Muluk). Septina yang nota bene adalah istri Gubernur Riau Rusli Zainal, menggugat ke MK dan dia dimenangkan. MK memerintahkan agar PSU dilaksanakan dalam tenggat waktu 90 hari sejak Keputusan dibacakan pada tanggal 24 Juni 2011. Namun PSU yang perintahkan MK ini digagalkan secara terstruktur, sistematis, massive dan konspiratif oleh Pasangan Nomor 2, KPUD Kota Pekanbaru dan Penjabat Walikota Pekanbaru (lihat halaman 5 butir f. 2 Ketetapan MK Nomor 63/PHPU.D-IX/2011 tanggal 7 Oktober 2011). Maka dengan alasan untuk memberikan kepercayaan dan legitimasi hasil penyelenggaraan Pemilukada di Kota Pekanbaru Tahun 2011, MK menyatakan, KPUD Pekanbaru diperintahkan kembali untuk melaksanakan PSU dalam tenggat waktu 90 hari terhitung sejak Ketetapan dibacakan pada tanggal 7 Oktober 2011. Mematuhi Ketetapan MK, KPUD Pekanbaru menetapkan 21 Desember 2011 besok pagi sebagai hari coblos ulang.

Runyamnya, sejak Ketetapan MK 7 Oktober 2011, ruang publik diperebutkan sejadi-jadinya dengan segala macam cara, terbuka atau terselubung. Penundaan PSU dari semula 24 September menjadi 21 Desember 2011 ternyata menghadirkan ketidakadilan, ada pasangan yang diuntungkan, ada pasangan yang dirugikan. Bagaimana pun keadaannya, tanggal 21 Desember 2011 masyarakat pemilih Pekanbaru akan diuji kecerdasannya. Satu hal, masyarakat pasti belajar banyak dari Pemilukada Pekanbaru 2011 ini (rasanya mungkin pahit, manis, masam, kelat, dan sebagainya). Pemilukada Pekanbaru 2011 memang telah menjadi berjuta rasa dan PSU terasa nano-nano.

Sayang disayang, semangat liberte, egalite dan fraternite (kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan) yang dikumandangkan dalam Revolusi Prancis pada 1789 silam, dan menjadi nilai-nilai asasi demokrasi modern di seluruh dunia, di Pekanbaru kehilangan jejak.
Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline