Indonesia merupakan salah satu negara dengan keragaman yang kaya. Keberagaman Indonesia mencakup banyak aspek meliputi keberagaman agama, budaya, etnis, bahasa, tradisi, dan status sosial. Kendati demikian, Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi toleransi ditengah perbedaan. Salah satunya perbedaan yang paling menonjol ialah perbedaan agama dan keyakinan. Nilai-nilai toleransi akan perbedaan terbukti telah ada di Indonesia sejak dahulu. Hal ini dapat dibuktikan dengan kisah sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Agama Hindu dan Buddha sudah lebih dulu tumbuh dan mengakar pada masyarakat Indonesia akan tetapi, hal ini tidak menjadi halangan bagi Islam untuk menyebarkan pengaruhnya di nusantara. Khususnya di Tanah Jawa, kehadiran Wali Songo yang ikut mengambil bagian dalam penyebaran agama Islam justru diberi ruang untuk menyebarkan agama tanpa menyinggung agama yang telah ada. Keberhasilan toleransi yang ada di masyarakat ini membawa Islam menjadi agama dengan penganut terbanyak di Indonesia.
Sejalan dengan maraknya penyebaran informasi yang berkembang saat ini muncul berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk mempelajar ilmu tentang agama Salah satunya melalui platform media sosial seperti TikTok, Instagram, Facebook dan aplikasi serupa lainnya. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kesempatan yang tidak dilewatkan oleh para ustadz dan ustadzah, serta pemuka agama lainnya untuk menyebarkan konten-konten mengenai agama. Beberapa dari mereka melakukan dakwah melalui media sosial, namun tidak jelas sanad kelimuannya. Tentu saja hal tersebut dapat memancing munculnya kelompok radikal dan penyalahgunaan informasi guna menyebarkan ajaran radikalisme dan liberalisme yang mengatasnamakan agama.
Jika kita amati, saat ini banyak sekali muncul aliran-aliran yang tidak jelas keilmuannya di media sosial. Tidak jarang aliran-aliran tersebut mendoktrin para pengikutnya untuk menganggap apa yang tidak sesuai dengan ajaran mereka adalah sesuatu yang salah. Dalam hal ini, kita dapat mengambil contoh kasus penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang seringkali kita temui setiap tahun. Muncul perbedaan pendapat ketika salah satu ormas menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal menggunakan metode hisab, sedangkan ormas lainnya menggunakan metode rukhyatul hilal. Kedua metode yang digunakan tentu saja tidak salah dan memiliki landasan yang kuat. Namun, pada kenyataannya tetap ada oknum oknum yang tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan perbedaan ini untuk memprovokasi dan menyebarkan berita tidak benar mengenai perbedaan penentuan tanggal yang terjadi.
Hal semacam itu bisa menjadi penyebab terjadinya konflik di masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang tingkat literasinya rendah dan mudah terprovokasi dengan propaganda radikalisme. Sebab itu, menjadi tugas kita sebagai masyarakat yang paham mengenai hal-hal yang menyimpang untuk memberikan informasi yang benar. Hindari penyebarluasan informasi yang belum jelas kebenarannya yang berpotensi membuat pecahnya persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.
Meninjau kembali kasus-kasus yang telah terjadi maka prinsip moderasi beragama menjadi sangat penting untuk diaplikasikan oleh semua pihak tanpa terkecuali. Moderasi beragama adalah bagaimana kita bisa bersikap seimbang, tidak condong ke salah satu pihak, pihak kiri ataupun pihak kanan dalam beragama. Dalam hal ini, bukan berarti agama dianggap tidak penting. Agama sangat penting, namun apabila disalahgunakan dengan tidak bijaksana maka dapat membahayakan.
Moderasi beragama mempunyai beberapa cara untuk melawan pemahaman radikal:
1) Menghargai perbedaan, jangan merendahkan atau mengolok-olok agama dan keyakinan orang lain, dan jangan mengungkapkan keyakinan Anda secara berlebihan yang dapat menimbulkan konflik.
2) Meningkatkan pemahaman, membaca literatur agama, berpartisipasi dalam diskusi antaragama, dan menghadiri acara keagamaan orang lain dapat membantu meningkatkan toleransi dan mencegah kesalahpahaman.
3) Mengaplikasikan nilai-nilai agama, meningkatkan kualitas kehidupan dan menjaga harmoni di lingkungan sekitar dengan menerapkan nilai-nilai agama seperti kejujuran, kasih sayang, dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari.
4) Menciptakan forum diskusi, sebuah metode untuk memperkuat hubungan antar kelompok agama adalah diskusi antaragama. Diharapkan bahwa setiap pihak dalam diskusi ini akan memperhatikan dan memahami perspektif orang lain, serta menemukan solusi yang akan menguntungkan semua pihak.
5) Mencari kebenaran sebuah informasi dan tidak mudah terprovokasi, Mencari kebenaran sebuah informasi dan tidak mudah terprovokasi dalam situasi yang mungkin menimbulkan konflik sangat penting dalam moderasi beragama. Hal ini dapat membantu mencegah konflik dan menjaga hubungan yang damai.