Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Kolektor

Dekolonisasi dan Ambisi Negara

Diperbarui: 14 Februari 2021   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deskripsi kemerdekaan setengah hati (Foto Kanigoro.com)

AMBISI Negara itu tertera pada tekstual Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Apakah kemanusiaan yang adil dan beradab telah diwujudkan pemerintahan Jokowi?. Persatuan yang dijadikan landasan, modal kita bernegara mengalami guncangan dan terkikis karena politik oligarki.

Begitu pula dengan konsep permusyawaratan perwakilan yang diperankan para wakil rakyat (DPR). Wakil rakyat kita seperti macan ompong. Jikalau ada yang berani, kritis melawan kebijakan pemerintah yang fals terhadap rakyat. Hanya segelintir saja. Kebanyakan mereka terbius atas kompromi politik.

Mengutip Wikipedia, dekolonisasi secara sederhana diartikan sebagai tercapainya kemerdekaan berbagai koloni. Indonesia telah mengalami kemerdekaan itu. Baik secara de facto dan de jure kita telah merdeka. Terlepas dari era imperialisme Barat. Tidak seperti jaman kolonial dahulu. Indonesia tidak terjajah lagi.

Dalam istilah lain dekelonisasi disebut fase pasca-kolonialisme. Kebahagiaan kita dengan menjemput kemerdekaan itu ternyata masih saja diganggu. Kita dibayang-bayangi penjajahan gara baru (neo-kolonialism). Dimana perbudakan masih dilakukan investor Asing dalam mengeruk kekayaan alam kita.

Jokowi dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) jangan tidur pulas. Rakyat sedang menderita karena polemik yang dilahirkan dari aktivitas pertambangan. Sumber Daya Alam (SDA) kita melimpah, tapi kenapa rakyat kita tetap saja miskin. Kekayaan kita dikeruk untuk kepentingan pemodal.

Pertambangan emas, nikel, logam, perak, tembaga,besi, timah, mangan, batu bara dan migas nasional kita masih hampir semuanya dikuasai Asing. Deretan perusahaan tambang juga elitnya begitu dihormati, diberi layanan istimewa 'karpet merah' oleh pemerintah. Sementara tambang rakyat, yang dilakoni pribumi di musuhi.

Selain PT Freeport, yang mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, di antaranya PT Chevron Pacific, PT Newmont. Ada PetroChina, ConocoPhilips, BP sebagai perusahaan minyak dan gas bumi, telah beroperasi lama di Indonesia. Dan terakhir adalah Nico Resources, perusahaan Indonesia dan Asia Tenggara.

Belum lagi yang namanya investor selalu greedy (rakus). Kepedulian mereka tehadap lingkungan alam, begitu tidak proporsional. Tetaplah bencana alam longsor dan banjir yang merasakan penderitaannya rakyat kita. Orang-orang Indonesia. Bukan para investor itu, kasihan pemerintah seperti buta.

Tidak memperketat atau melarang penebangan pohon dan pengerukan isi perut bumi yang massif. Kita telah merdeka, sekarang menuju 76 Tahun kemerdekaan. Tapi kekayaan alam kita masih di kuasai para panjajah gaya baru seperti investor Asing.

Tidak hanya pengrusakan alam. Bahkan, mentalitas dan pemikiran generasi kita pun mulai dirusak. Dengan berbagai pemikiran import dari Barat. Kalau dirunut, bukan hanya terorisme yang menjadi ancaman kita. Geliat kapitalisme dengan propaganda sektor ekonomi perlu dilawan.

Kaum pribumi dalam konteks politikpun dihantam. Mendapat intervensi dari pemodal. Rakyat kita dikepung, dengan politik uang saat Pemilu atau Pilkada. Sampailah kerukunan dan keamanan kita terabaikan karena pengaruh uang. Para politisi berkolaborasi dengan pengusaha, rusaklah demokrasi kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline