Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Kolektor

The Lost Demokrasi

Diperbarui: 16 Februari 2021   09:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi hilang, ilustrasi (Foto Muslimahnews.com)

BAGAIMANA memperkuat dan menyiapkan demokrasi untuk masa depan manusia? terlebih untuk rakyat Indonesia. Nyawa demokrasi tak bisa lepas dari rakyat. Rakyat itulah pemilik kedaulatan. Demokrasi akan punah, boleh saja. Gejala itu telah kita saksikan di depan mata, terjadi.

Dimana pengrusakan sendi-sendi demokrasi didemonstrasikan telanjang. Demokrasi yang marwahnya dari oleh dan untuk rakyat. Ruh dan aliran nafasnya kini seperti dilepas dari fisik (simbol) demokrasi. Seperti ruh dan jasad kekuatan integral demokrasi menjadi tidak menyatu.

Demokrasi yang muncul dari Athena Yunani Kuno itu kini begitu diminati di jaman modern. Partisipasi politik di Athena kala itu sangat tinggi. Obrolan rakyat hampir tiap hari adalah tentang Negara dan politik. Thucydides, sejarawan dari Alimos, mengatakan konstitusi kita disebut demokrasi karena kekuatan ada ditangan seluruh rakyat.

Apakah Indonesia rakyatnya apatis terhadap politik demokrasi?, tidak juga. Rakyat kita malah lebih rutin bicara politik. Elit pemerintah dan aktor politik kita bahkan mubazir berbincang politik. Sedihnya, dalam tataran praktek demokrasi masih kurang di bumikan. Antara dialog, percakapan dan perbuatan tidak selaras.

Bukan ditangan minoritas demokrasi bertumbuh. Athena masing-masing individu tak hanya mengurus urusan pribadi mereka, tetapi urusan Negara. Dalam perjalanannya, pada sekitar 430 SM, Athena terlibat perang dengan Sparta di perang Peloponnesos.

The lost demokrasi (demokrasi yang hilang) terang terjadi. Tidak berlebihan, melainkan bukti nyata terjadi demokrasi yang nyawa berada pada nilai kebenaran dan kebersamaan dilepas. Lahirlah demokrasi yang prakteknya jauh dari nilai-nilai etika, moral sekaligus nilai kemanusiaan. Kebohongan menghiasi demokrasi kita.

Kecurangan seolah dilembagakan. Itu bukan ajaran suci demokrasi. Lama kelamaan, ketika yang dipelihara adalah praktek yang buruk-buruk itu, maka yakinlah demokrasi akan hilang. Penghargaan terhadap hak-hak rakyat menjadi tidak lagi berada pada posisi terhormatnya.

Jika di masa Yunani pernah ada Sparta sebagai Negara dengan sistem otoritar militeristik. Yang dikala itu berkonfrontasi dengan Athena, lalu akhirnya mengalahkan dan menghancurkan Athena. Bahkan sampai sebagian rakyatnya menjadi budak dikala itu.

Barulah kemudian Athena bangkit kembali dengan babak baru kelahiran gerakan filsafat dari kaum Sofis. Di era ini, beberapa diantara mereka mengatakan kebenaran tidak ada. Tantangan kita di Indonesia malah lain, lebih lembut lagi. Negara kita dikacaukan dengan diimportnya pemikiran liberal.

Ditambah lagi dengan mentalitas dan karakter curang, korup dari elit-elit pemerintah kita. Perilaku korupsi masih dipertontonkan tanpa malu. Etika pejabat publik kita masih berada di bawah rata-rata. Masih sebatas ukuran tumit dan alas kaki, jika urusan korupsi. Mereka yang diduga korupsi masih mempertahankan posisi.

Jika di Jepang dan Negara lain, para terduga melakukan skandal turun melepas jabatan dengan kesadarannya sendiri. Di Indonesia, malah pejabatan Negara kita masih melakukan lobi-lobi politik agar jabatannya tetap dipegangnya. Tanpa rasa bersalah, mereka senyum dan tertawa di depan Televisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline