Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Kolektor

Presiden Jokowi dalam Diskursus Revolusi

Diperbarui: 1 Februari 2021   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soekarno, tokoh revolusi Indonesia (Dok yuksinau.id)

Membangun pilar kehidupan sosial yang baru, butuh komitmen serius. Revolusi menjadi salah satu caranya. Sarana perubahan efektif. Bagaimana meruntuhkan, penguasa yang arogan mempertahankan status quo. Kondisi yang sukar berubah. Konstruksi sosial yang masih jauh dari harapan kebanyakan masyarakat. Memerlukan perbaikan fundamental.

Dalam 'triade', tawaran paradigma dari Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan Brasil, menyebutkan paradigma magis, naif dan paradigma kritis. Tentu dalam konteks perubahan, yang tepat kita pakai ialah paradigma kritis. Ketertinggalan yang terjadi, seperti di era Jokowi, Presiden Indonesia memerlukan perhatian serius.

Ide kemajuan dan pembaharuan mesti dimulai pemimpin. Tidak berpretensi menyalahkan Jokowi. Melainkan penggalan otokritik karena dilatari atas kegelisahan kita terhadap Repub Indonesia tercinta. Kita merindukan, Negara ini maju pesat. Perubahannya signifikan, para koruptor dihukum berat.

Jangan ada tebang pilih untuk para bandit. Koruptorlah bahaya laten yang menjegal kemajuan Indonesia. 'Presiden Jokowi dalam diskursus revolusi' cukup relevan. Membaca pikiran revolusi Prancis (1789-1794), dikala itu pemerintahan dinilai mengalami kemunduran. Masyarakat, diabaikan hak-haknya.

Ketidakadilan masih tegak berdiri. Diskriminasi, penindasan dipelihara Negara. Karena ketidakpuasan, maka lahirlah spirit liberte, egalite et fraternite atau disebut kebebasan, persamaan, dan persamaan. Inilah sejarah revolusi paling monumental sepanjang sejarah dunia.

Maximiliem Francois Marie Isidore de Robespierre, pengacara dan juga politikus penggerak revolusi Prancis. Berhasil menggerakkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap rezim lama (L' Ancien Regiem. Dari sinilah, terjadinya perubahan-perubahan mendasar di Prancis.   

Sistem monarki juga diruntuhkan di Iran. Melalui revolusi Iran, Shah Mohammad Reza Pahlavi, yang otoriter itu menjatuhkan. Tokoh penggerak yang populer adalah Sayyid Ayatullah Rohullah Khomeini, berhasil merubah tatanan monarki menjadi Republik Islam. Khomeini disebut sebagai pemimpin revolusi dan pendiri republik Islam.

Situasi yang melatarbelakangi lahirnya Revolusi Prancis ialah sikap pemerintah kerjaan Prancis yang absolut dan kaku dalam menghadapi perubahan. System monarki akhirnya ditumbangkan, dengan lahirnya masa pencerahan (aufklarung), aliran nasionalisme.

Begitu pula yang terjadi pada Revolusi Islam Iran dimulai Januari 1978, sampai Februari 1979. Karena Pahlevi waktu ini secara brutal, korup, dan boros, kemudian sekuler. Alhasil, benih-benih inilah yang melahirkan revolusi terjadi.  

Kedua pergerakan revolusi itu, sebetulnya diharapkan terlahrnya perubahan mendasar (radical change). Para promotor pergerakan revolusi itu terilhami dari gagasan kebebasan, kemerdekaan hak-hak masyarakat. Setelahnya, bermula dari ide pencerahan. Kesadaran 'semesta masyarakat' terlahir.   

Para pelaku sejarah revolusi termasuk orang-orang yang kokoh prinsip juangnya. Dengan segala risiko, siap berjuang dan mati demi kebenaran yang dibelanya. Pertentangan kelas, seperti kata Karl Marx menjadi penjara bagi penggerak revolusi. Oleh karenanya, perlawanan menjadi solusi yang tepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline