Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Kolektor

Hari Pahlawan, Pilkada Serentak, dan Revolusi Akhlak

Diperbarui: 21 November 2020   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Refleksi Hari Pahlawan (Foto Manado.tribunnews.com)

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya, begitu kata Soekarno, yang merupakan Bapak Bangsa Indonesia (The Founding Fathers of Indonesia).

Tepatnya 10 November 2020, dimana kita mengenang kembali perjuangan para Pahlawan. Para pejuang kemerdekaan, di mana hari ini kita menyambut momentum Hari Pahlawan. Di mana sejak 1945 kita memperingati Pertempuran Surabaya 10 November 1945. Di sinilah awal mula Revolusi Nasional Indonesia terjadi.

Bermula dari ditetapkannya Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959, tanggal 16 November 1959, peringatan Hari Pahlawan menjadi acuan resmi di republik Indonesia tercinta. Kini dalam rentang waktu yang relatif panjang, setelah rangkaian acara seremonial Hari Pahlawan digelar, apa dampak positifnya untuk rakyat?. Rasa-rasanya, masih minim.

Spirit juang Hari Pahlawan, baru sebatas hura-hura dan bersifat upacara. Selebihnya, ada implikasi yang dimunculkan melalui kerja pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah, namun tidak fundamental. Tidak berlangsung radikal. Pemerintah dalam level retorika dan konseptual begitu 'menyerupai' gagasan Pahlawan, selebihnya dalam tataran implementasi masih minus.

Di saat ini, sebelum kita mendengar Revolusi Akhlak yang diprakarsai Habib Muhammad Rizieq Shihab, Presiden Jokowi juga telah mencanangkan tentang Revolusi Mental. Setidaknya, nilai dasar dan diksi revolusi itu pernah terlahir di Indonesia, terlebih pada Perjuangan Surabaya 10 November. Kata revolusi sendiri sangat digandrungi Soekarno.

Kata tersebut sering dilekatkan pada kaum 'kiri'. Kalau kita periksa sejarah, revolusi memang digembar-gemborkan kaum komunis. Namun bukan berarti tema revolusi merupakan karya, kepemilikan dan hanya berhak dimiliki kaum komunis. Apalagi, ketika kita menggunakan narasi revolusi lalu dituding komunis, terlalu sempit rasanya. Tidak begitu seharusnya.

Dalam percakapan sosial, kita juga mengenal revolusi sistemik. Sebagai proyek perubahan dalam merubah atau mencairkan kebuntuan perubahan di Indonesia. Artinya, dalam konteks wacana berkemajuan, tidak ada suatu istilah yang diklaim milik kelompok tertentu. Publik harus menangkan aspek manfaat dan substansinya.

Tidak bagian yang saling berkorelasi, yakni Hari Pahlawan, Pilkada Serentak 2020 dan Revolusi Ahlak. Semuanya hadir di tengah masyarakat diserang wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Bagaimana ketiga elemen ini memberi energy positif terhadap pembangunan Indonesia?, solusi sederhananya semua harus disandarkan pada prinsip humanisme (kemanusiaan). Semangat kolektif yang dibangun.

Teringat kita pada ungkapan Soekarno bahwa Negeri yang bernama Indonesia ini, bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat-istiadat tertentu. 

Tapi, milik kita semua dari Sabang sampai Merauke. Itu sebabnya, silahkan aktivis sosial, tokoh agama, pegiat HAM dan demokrasi mengembangkan gagasan pembangunan. Tanpa mengabaikan eksistensi rakyat lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline