Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Kolektor

APBD-P Manado dan 'Gurita Tikala'

Diperbarui: 26 Oktober 2020   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, praktek buruk demokrasi (Foto Swarakepri.com)

Membaca posisi masyarakat dengan segala keunggulannya, kini di era demokrasi posth truth nilai lebih tersebut mulai terkikis. Dimana masyarakat yang merdeka, pemilik sah kedaulatan, mulai diabaikan. Bukan oleh kaum kolonial, dengan sistem imperalisme fisik. Melainkan, proses pembodohan tersistematis yang dilakukan wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Gejalak munculnya ledakan protes terhadap Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja adalah salah satu contohnya. Dari berjuta-juta protes masyarakat terhadap produk kebijakan wakil rakyat lainnya. Marwa demokrasi rasanya mulai tereduksi. Menyedihkan, tak mungkin demokrasi direkonseptualisasi. Bukan disitu problem urgennya.

Melainkan pada tataran praktis. Kebijakan dan praktek-praktek konkrit yang perlu dikoreksi. Targetnya perbaikan tentunya. Marwah masyarakat yang terhormat seperti mulai dibuat cedera. Dinamika tersebut dapat dilirik juga dalam percakapan komunikasi politik yang terjadi di tubuh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Manado. Sekarang lembaga terhormat DPRD Manado sedang dalam ujian.

Bagaimana tidak fungsi DPRD untuk mengatur anggaran (budgeting), fungsi legslasi (membuat undang-undang) dan pengawasan (kontrol), sekencang apapun bencana yang melanda, tetap harus dijalankan. Dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun 2020 menjadi sorotan. Ada yang yang patut dicurigai disana. Perlu digali.

Terpantau ada beberapa Anggota DPRD Manado secara subyektif menyampaikan tidak mau lagi membahas APBD-P 2020. Surat penolakan membahas secara kelembagaan belum ada. Entah apa kekhawatiran mereka?. Ini sebetulnya cedera, kalau penolakan membahas APBD-P benar dilakukan. Citra yang terbaca DPRD Manado seperti memperlihatkan antipatinya terhadap kepentingan masyarakat. 

Harusnya, perdebatan sekuat apapun gontok-gontokan terjadi pembahasan APBD-P 2020 tetaplah berjalan. Terserah pemangkasan anggaran, refocusing, dan diberikannya pembobotan atau masukan terhadap draf APBD-P 2020 itu hal biasa. Seyogyanya yang ditempuh wakil rakyat yaitu melakukan pembahasan APBD-P Manado 2020.

Bukan menolak untuk dibahas. Sebuah kekhilafan, kelalaian yang rupanya disengaja. Itu berarti DPRD Manado sengaja membuat pembangunan di Manado terkatung-katung. Sengaja dipending, apalagi distop sementara dengan alasan menghindari politisasi anggaran, merupakan kekeliruan yang fatal. Dalam logika implementasi tugas DPRD, cara seperti ini baru pertama dilakukan di DPRD Manado. Kita belum mengetahui jelas apa referensi mereka yang valid dan rasional.  

Dewan yang merupakan representasi rakyat tak boleh bertikai kepentingan sesama politisi, lalu mengorbankan masyarakat. Imbasnya tidak main-main, jika APBD-P 2020 ditolak untuk dibahas, sebagian atau seutuhnya dengan alasan macam-macam. Yang menderita masyarakat, mereka majikannya Anggota DPRD Manado. Terakhir mencuat alasan, ternyata sebagian Anggota DPRD Manado mencium adanya dugaan dana siluman yang disisipkan dalam Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD-P Manado 2020. Sepertinya ada kecurigaan berlebihan.

Ada sebagiannya lagi mempersoalkan proyek. Katanya, demi alasan situasi Covid-19, bencana non-alam, maka proyek yang tidak penting dipangkas atau dialokasikan ke pembangunan masyarakat. Jika para wakil rakyat itu professional, dan benar-benar bekerja untuk masyarakat, mereka akan menawarkan solusi.  Jangan meributkan sesuatu yang tanpa disodorkannya solusi. Sampai saat ini, dari pemberitaan media massa, belum ada solusi konkrit yang disampaikan wakil rakyat untuk urusan tersebut.

Ketika ada proyek yang diduga menguntungkan Wali Kota Manado karena ditahun politik, ayo secara gentleman menawarkan opsi lain untuk program kesejahteraan masyarakat Manado. Jangan seperti memamerkan kebodohan, dengan memprotes, lalu tidak menawarkan alternatif solusi. Kurang tepat rasanya, memprotes proyek kerakyatan dilaksanakan, lantas membabi-buta menyalahkan eksekutif. Jauhkan sikap wakil rakyat dari sikap yang tendensius.

Aroma politisasi anggaran yang dikhawatirkan wakil rakyat sepertinya berlebihan. Harusnya DPRD Manado memperlihatkan cara berfikir positif, sebab kalian orang-orang teladan. Anggaran baru diajukan, belum juga dipakai, sebagian wakil rakyat sudah mulai buruk sangka. Silahkan, wakil rakyat menjalankan fungsi pengawasan. Tidak perlu seperti orang fobia terhadap program kemasyarakatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline