Diperkirakan akibat pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) membuat masyarakat menjadi kesulitan mencari nafkah. Pendapatan ekonomi masyarakat terhenti sejenak, karena Social Distancing. Presiden Indonesia Ir. Joko Widodo menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bahkan pernyataan Darurat Sipil sempat mencemaskan rakyat. Setelah situasi normal, maka ledakan demokrasi bisa terjadi. Relatif banyak perubahan terjadi dalam tatanan politik kita. Konsentrasi dan keberpihakan birokrat misalkan menjadi bergeser, akhirnya. Pengaruhnya tentu karena di daerah yang menggelar Pilkada 2020, tertunda pelaksanaannya, struktur pemerintahan pun lantas berganti. Akan terjadi penunjukan Pejabat (Plt) Kepala Daerah secara massal.
Dikala akan dilaksanakan pemulihan situasi, maka untuk urusan Pilkada nantinya berpeluang dilakukannya rekonsolidasi. Bila kita merujuk pada pemikiran Syekh Dr. Yusuf al-Qaradawi, seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir, yang mendefenisikan demokrasi sebagai wadah masyarakat untuk memilih sesorang untuk mengurus dan mengatur urusan mereka. Artinya, konstruksi demokrasi itu bermulasi dari proses memilih pemimpin. Tentu dalam konteks kita adalah bersifar Luber dan Jurdil.
Ketika menghadapi badai pandemi, pemerintah Indonesia dari sejumlah pihak menilai mulai mengabaikan Pasal 55 UU 6/2018. Yang mana dalam pasal tersebut, pemerintah wajib untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan dasar, pasokan makan dan minuman, pakaian hingga perlengkapan domestik rumah tangga. Pemerintahan Jokowi lebih memilih pembatasan sosial berskala besar (pasal 59). Amanat undang-undang sebagaimana termaktub dalam Pasal 55 tidak dijalankan, masyarakat disuruh mencari makan sendiri dan dengan ketentuan Work From Home demi mencegah penyebaran COVID-19.
Menurut dr. Moh. Indro Cahyono, ahli virus menyebutkan bahwa Virus (termasuk covid-19) adalah benda mati yang dapat hidup di media hidup. Dan Virus ini tidak bisa hidup di udara. Selanjutnya, Virus juga tidak bisa hidup di air panas, air asin, cuka, atau cairan asam. Bagi mereka yang terinfeksi atau dinyatakan positif berpeluang sembuh total. Kemudian bagi anak-anak muda atau yang ketahanan tubuhnya kuat yang sudah dinyatakan positif cukup treatment (perlakuan) mandiri di rumah.
Dokter juga menyebut agar masyarakat jangan stres dan panik. Karena jika stres dan panik maka antibodinya akan lambat berproduksi. Lanjutnya lagi, Virus yang dikatakan bertahan hidup di tempat basah lebih dari 9 jam itu hoaks. Untuk pasien yang terinfeksi berpeluang sembuh seperti orang yang kena flu karena status positif itu sementara. Seperti itu pula bagi mantan pasien positif atau yang sudah sembuh berpeluang kecil untuk terinfeksi kembali.
Wabah infeksi Virus Corona menurut World Health Organization (WHO), organisasi Kesehatan Dunia melalui laman website resminya merilis langkah-langkah dan cara mencegah Virus Corona atau COVID-19. Secara umum, cara ini tergolong mudah, masyarakat hanya diimbau untuk teratur mencuci tangan.
Namun tidak hanya mencuci tangan secara teratur, ada beberapa langkah yang disarankan WHO. Sebagai informasi, berdasarkan data real time Covid-19 CSSE Johns Hopkins University per Sabtu (21/3/2020) pukul 12.45 WIB, total kasus konfirmasi Virus Corona secara global sebanyak 275.434 dan mewabah di 166 negara atau regional.
Masyarakat dalam situasi bersamaan mulai akrab lagi dengan istilah karantina wilayah. Ragam istilah juga di tengah pandemi COVID-19 kita diberi tahukan, seperti self distancing, self isolation, self quarantine, atau bahkan lockdown. Dan banyak istilah lainnya, yang turut membuat panik masyarakat. Yang jelas, ini upaya bersama pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19. Selain itu, self distancing bertujuan memastikan jarak aman kita dengan orang lain. Ada yang menyebut langkah ini sebagai social distancing.
Sementara itu, kalau kita melansir website sehatnegeriku.kemkes.go.id per Jumat (20/3/2020), di tanah air Indonesia telah terjadi sebanyak 369 pasien positif Virus Corona atau COVID-19. Memang bukan pekerjaan mudah, melawan Corona ini. Bukan pula penanganan formalitas semata, tapi perlu juga edukasi dan tindakan nyata dari pemerintah. Bencana nasional yang bernama COVID-19, berhasil mengacaukan kita semua. Dari segi pencegahan dan penanganannya membutuhkan keseriusan pemerintah.
Para ahli menyebutkan bahwa terinfeksi Virus Corona, setiap orang berbeda-beda. Bisa jadi ringan, sedang dan sangat berat. Sesuai kategorinya, kadang kita menggeneralisirnya. Hal itu pula terjadi pada recovery (pemulihan) terhadap pandemi COVID-19 perlu rutin, tegas dan jangan pula didramatisir berlebihan. Sehingga publik tidak takut dan panik. Jangan sampai kasua seperti penolakan terhadap pasien Corona yang meninggal lalu pemakamannya ditolak warga.
Kemudian agenda-agenda nasional disegmen lainnya seperti Pilkada Serentak yang resmi ditunda kedepan kiranya dapat berjalan dengan baik dan juga benar. Pemerintah melalui Gugus Tugas COVID-19 jangan membuat cemas publik. Jalankan protap ia, tak masalah, namun perlu selektif menyampaikan ke publik sisi edikasi dan cara persuasif. Usahakan redam kepanikan warga.