Seraya menjalankan tugasnya, kebanyakan orang yang berjaya, mendapat posisi strategis, kuasa melakukan segala hal. Tak mengapa, orang lemah tak punya kuasa dan akses kekuasaan akan diam. Belum kuasa membalas.
Ketika merayakan kejayaannya, kadang membuat seseorang lupa kalau kelak dia melepaskan semua itu.Baik melepasnya dengan siklus normal, maupun karena ditimpa skandal dan tragedi tertentu. Di lain pihak, setiap orang yang berjuang meraih sukses dengan bermacam cara. Sering atas proses yang maha ekstra itu, membuat mereka harus balas budi. Atau malah sebaliknya, mengunci pintu berbuat bagi orang lain. Ia merasa paling perkasa.
Berjaya dan menang, di atas singgasana, kursi empuk kekuasaan, kemewahan serta gaji yang bombastis membuat orang lupa daratan. Melupakan kawan, lupa kepada mereka yang pernah membantunya. Ia menjadi tinggi hati, sombong, tak peduli dengan kebutuhan orang lain. Merasa kehidupan makin meningkat taraf ekonominya, mereka tidak lagi mengenal kawan.
Itu haknya, tentu orang lain tidak berhak komplain. Hargai, sambil menunggu proses berotasi. Karena tak selamanya kenyamanan dan bahagia itu menyelimuti mereka yang saat ini mungkin beruntung. Allah SWT memberi mereka kelebihan, kekuasaan dan harta yang melimpah. Biarkan saja mereka menyukuri dengan caranya.
Cukup kita mengerem diri. Agar tidak terbawa arus kesombongan. Hargai saja sikap orang-orang yang sukses membangun karirnya, sambil ikhlas bila kau terdzolimi. Ingat dan cukup kau kenali siapa kawan sejati. Siapa musuh dan siapa penipu, hidup hanya sekali. Dalam membangun karir banyak orang mati berkali-kali, itu fenomena lumrah.
Kau tidak disukai, lalu dibantai, biasalah itu. Tunggu giliran saja, apakah akan ada peluang kau membalasnya?, itu kehendak Allah SWT. Doakan mereka yang menjahatimu. Allah SWT tak tidur Tuan Besar. Berbahagialah mereka yang saat ini berjaya, punya kendali dan kewenangan dalam menentukan nasib serta karir orang lain. Kehidupan tidak absolud, itu kuncinya.
Percayalah, orang yang terbiasa mendzolimi juga kelak akan didzolimi. Allah SWT maha adil, tidak tidur. Mereka yang memanfaatkan fitnah dan dendam demi menjatuhkanmu tidak kekal, suatu kelak pasti ada kesesalan mendekati mereka. Tidak selamanya orang kuat berada di atas tahta kekuasaan. Siklus dunia ini berputar terus, kita akan memproduksi kenangan sendiri-sendiri. Dalam menjaga, merawat, merekonstruksi masa depan, semua kita punya kiat-kiat itu.
Bagi kaum pecinta literasi, seperti saya, merasa penting untuk mengabadikan, mencatatnya dalam risalah kecil. Saya Amas Mahmud, yang saat ini belum punya kekuatan apa-apa, akan terus berikhtiar. Kelak akan mengingat kekasaran, ketidakadilan yang kalian lakukan. Subyektifitas penghakiman itu menyakitkan, semoga kalian yang berkonspirasi menyakiti orang lain tidak merasakan disakiti. Sebagai orang kecil, masih belajar, saya mengambil banyak manfaat dari insiden ini.
Bersyukur kita yang pernah gagal dan dijegal dalam sebuah pertarungan. Akan menjadi pemicu, penyemangat agar kita berbondong-bondong melakukan kebaikan. Beluam tentu orang yang sementara ini menilaimu, atasan atau yang punya posisi formal lebih baik darimu. Dunia tak runtuh dengan kejahatan yang dilakukan orang-orang tertentu terhadapmu. Anggaplah ini cambuk-cambuk kecil yang memotivasimu kawan.
Argumentasi dan kesombongan yang dilakukan mereka yang memangku jabatan perlu kau ingat. Mereka membangun citra, membuat distingsi denganmu, mencipta tembok, padahal mereka-mereka itu sebelumnya sama denganmu. Kualitasnya biasa-biasa saja, beruntung saja mereka mendapatkan peluang memegang jabatan terlebih dahulu. Kemampuan mereka standar, namun kewenangan yang membuat mereka berlagak sombong seperti Tuan Raja.
Asesoris kepangkatan atau kedudukan itu akan sirna semuanya Tuan Besar. Silahkan menabung, mengumpulkan kekayaan untuk masa depan keluarga, ingat dalam benakmu bahwa kau telah melukai dan mencederai orang lain. Otomatis seiring jalannya waktu kau akan menerima balasannya. Kesombonganmu akan membunuhmu, boleh jadi kau akan mendapati mereka yang berpura-pura memujimu, lalu membunuhmu berlahan.