Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Kolektor

Mengkanalisasi Islamofobia di Indonesia

Diperbarui: 12 Oktober 2019   00:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memberantas Islamofobia (sumber: an-najah.net)

KADANG kala kita menjadi bid'ah dalam beragama. Kita terkungkung pada keterjebakan pikiran sendiri sehingga begitu prematurnya kita menyimpulkan sesuatu. Terutama dalam konteks pandangan agama. Istilah radikal, teroris, fanatik, bahkan kafir sering kita gunakan untuk malabelkan atau menyematkan ke orang lain. Padahal, yang kita lakukan itu fatal. Mengancam kerukunan, kebersamaan dan sikap tak beragama.

Bid'ah yaitu perbuatan yang dikerjakan tidak berdasarkan contoh sebelumnya. Dalam istilah linguistik dapat diartikan seperti adanya inovasi, pembaruan atau doktrin yang sejatinya tidak penting-penting amat dalam beragama. Hasilnya, lahirlah pemikiran seperti Islamophobia atau Kristenophobia. 

Istilah ini cukup mendunia, dimana Islamophobia yakni rasa takut dan kebencian seseorang atau sekelompok orang kepada Islam. Mereka yang memiliki ketakutan tak beralasan.

Ambil saja contoh soal Islamophobia. Tidak semua, tapi ada segelintir kita yang khawatir berlebihan bila muncul penganut Islam yang taat beribadah kemudian menerapkan syariat Islam. 

Hidup disiplin dan mengikuti anjuran-anjuran agama, padahal makin taat seseorang terhadap Tuhannya, membuat ia menjauh dari hal-hal yang membawa mudharat.

Dalam keyakinan beragama, semua umat pemeluk agama apapun yang betul-betul sholeh 'hamba Tuhan' meyakini bahwa pilihan beragamanya atau hubungan vertikalnya lebih baik. 

Kalau dalam Islam kita mengenal istilah Tauhid. Dari relasi itu mengharuskan para pemeluk agama tidak saling sibuk dengan urusan agama lain. Melainkan, fokus menjalankan perintah agamanya masing-masing. Tidak perlu takut. Bahkan, kita harus berlomba-lomba untuk berbuat baik.

Al-qur'an misalkan sudah menguraikan dan memberi tuntunan bagi umatnya bahwa 'Lakum dinukum waliyadiin' atau bagimu agamamu, bagikulah agamaku (Q.S Al-Kafirun : 6). Artinya, dalam konsep keyakinan, kita meyakini kebenaran atas apa yang kita sembah masing-masing. Sehingga demikian menjadi tidak penting kita saling mengusik antar pemeluk agama.

Ajaran agama lain juga setidaknya mengajarkan soal kebaikan-kebaikan. Kesolehan sosial, ketaatan beragama, menghargai keberagaman, toleran dan menyeru kepada kebaikan, melawan kemungkaran atau kemaksiatan merupakan esensi beragama. Bila umat beragama memahami domain tersebut, kerukunan kebahagiaan, ketertiban, rahmat Tuhan akan selalu mengarahkan kita dengan takdir kita masing-masing.

Pemikiran kerdil yang dipicu atas kekurangan pengetahuan, sentiment, sinisme atau salah kaprah pasti tak akan tumbuh dibenak kita. Ketika masih ada rasa dengki kita terhadap penganut agama lain yang loyal beragama, berarti kita sebetulnya belum menjadi penganut agama yang baik. Kita masih saja terganggu melihat pemeluk agama lain beribadah, berarti pola pikir kita yang perlu dikoreksi. Dalam relasi sosial, keberagaman itu harus pula kita kedepankan.

Tidaklah benar bila satu agam Berjaya lantas pemeluk agama lain diganggu, disingkirkan atau dibinasakan. Sejarah telah secara telanjang menjelaskan itu. Lihat kiprah Nabi Muhammad SAW sebagai teladan umat Islam yang saat itu memimpin kaum muhajirin dan anshar dengan Piagam Madinanya. Manakala umat beragama yang ada di Indonesia menjadi taat beribadah, yang kita dapatkan adalah ketentraman dan ketenangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline