Seorang Senator (anggota DPD RI), harus lebih bijak dan tidak mempolarisasi masyarakat. Termasuk Bung R. Graal Taliawo. Merespon pernyataan Bung Graal di Malut Post belum lama ini, amat parsial dan ada bagian yang diblur terkait dinamika politik Pemilihan Gubernur Maluku Utara (Malut). Ayo berhenti melakukan agitasi dengan logical fallacy. Jangan giring masyarakat dalam hurry sickness yang mungkin anda alami.
Meluas akibatnya ketika pejabat publik tanpa riset, tidak matang lalu memberi pernyataan di media massa bernada binal. Bung Graal dalam relasi ini bisa dicurigai sedang memprovokasi masyarakat. Punya agenda terselubung (hidden agenda). Tidak sedang melakukan operasi cipta kondisi, melainkan membuat framing politik.
Semangat berlebihan, dan sikap ugal-ugalan menafsir realitas sesuka hati lalu menyampaikan ke publik akan riskan. Ingat posisi anda bukan lagi aktivis. Anda wakil rakyat mewakili Daerah Maluku Utara. Anda delegasi, simbol semua warga Maluku Utara di Senayan. Saya mencurigai Bung Graal bermanuver melakukan prakondisi.
Dalam terminologi Islam Bung Graal bisa dikatakan bid'ah (mengada-ada) atas realitas. Perlu kontrol diri dan kearifan sebagai publik figur dalam menyampaikan pernyataan publik. Bahwa kontestasi pemilihan Gubernur di Provinsi Maluku Utara yang disebut Bung Graal menghadirkan adanya "Sentimen Agama dan Politik Identitas Lebih Ditonjolkan" ini masih debatable.
Atas uraian dan kesimpulan politis yang Bung Graal di Harian Malut Post belum lama ini, saya memberikan beberapa sanggahan. Sepertinya, Bung Graal over confident dengan pandangan subjektifnya. Sehingga membuat kesimpulan konyol. Yang bersangkutan meniadakan hal positif, dan menganggap politik di Maluku Utara lebih menonjolkan sentimen agama dan politik identitas.
Ini bentuk kecemasan, dan ketakutan dari Senator Graal memandang dialektika politik di Negeri Seribu Pulau atau yang dikenal dengan sebagai Pulau rempah-rempah (Spice Island) ini. Sejarah panjang Moloku Kie Raha atau wilayah 4 (empat) kerjaan Islam jangan dikotori dengan retorika politik receh seperti itu.
Seperti apapun ketidaksukaan terhadap figur yang berkontestasi di Pilgub Maluku Utara 2024, kita harus mendukung adanya visi pembaharuan yang diperjuangkan para kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara saat ini. Janganlah sesuatu yang baik menjadi dinihilkan karena kepentingan tertentu.
Bahkan ada kesan Bung Graal melakukan under estimate terhadap kapasitas para calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Maluku Utara yang bertarung. Semua pihak juga bisa merasa tertuduh dengan persepsi Bung Graal. Padahal mereka para pasangan calon Gubernur adalah generasi-generasi terpilih Maluku Utara.
Terima ataupun tidak, itulah faktanya. Jangan menenggelamkan realitas yang utuh, lalu dikonstruksikan realitas semu dengan frame berfikir yang sempit, ini juga paradoks. Berbagai transformasi yang kita temukan dalam kontestasi Pilgub Maluku Utara perlu pula diapresiasi. Tidak boleh dianggap tidak ada sama sekali transfer knowledge. Selektiflah, karena kesimpulan serampangan akan mendistorsi hal-hal baik yang dilakukan.
Seharusnya Bung Graal lebih inklusif membaca dinamika dan melihat kompetisi politik di Maluku Utara. Mengapresiasi narasi, ekspektasi, keberpihakan, dan visi besar yang diperjuangkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang berkontestasi. Jangan dikaburkan aspek-aspek positif. Jangan juga menganggap masyarakat Maluku Utara dominan mengedepankan politik agama.
Untuk itu, seperti kata Pramoedya Ananta Toer, dalam bukunya Bumi Manusia, seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Yang dilakukan Bung Graal merupakan framing jahat yang menyeret mundur praktek berdemokrasi di Maluku Utara. Sama saja ia menyimpulkan bahwa warga Maluku Utara tidak maju, antipati terhadap agama tertentu, dan kampungan dalam berpolitik.