Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Literasi progresif

Pemimpin Cerminan Rakyat

Diperbarui: 3 Oktober 2024   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, Rakyat jangan salah pilih (Dokpri)

KALAU yang dilahirkan dari proses demokrasi adalah pemimpin rakus, berarti rakyat perlu refleksi. Perlu ada evaluasi. Pemimpin korup, juga begitu berarti rakyat telah salah memilih. Ada kelalaian berjamaah. Bahkan, kalau mau jujur manifestasi dari pilihan rakyat adalah gambaran mini dari perilaku rakyat itu sendiri. Pemimpin bermental rusak yang dipilih, berarti kesalahannya ada pada rakyat.

Boleh jadi rakyat memilih pemimpin rakus, karena yang dipilih memberi rakyat uang. Politik balas budi yang bodoh. Logikanya demikian, ketika rakyat doyan memilih pemimpin rakus itu cerminan dari karakter rakyat sendiri.

Dalam momentum Pilkada Serentak 2024 ini, rakyat perlu refleksi. Jangan sampai salah memilih lagi. Karena akan menyesal karena pilihan yang salah tersebut.

Seperti demikianlah. Bagaimanapun keadaan rakyat, maka begitulah keadaan pemimpin yang dipilih. Baik dalam konteks tingkat kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Kecenderungan itu menjadi penanda kebiasaan keseharian rakyat. Produk pilihan kepemimpinan yang dihasilkan tak jauh dari lingkup tersebut.

Hal itu menjadi kontradiktif dimana rakyat selalu berharap ada pemimpin yang adil, dan mampu mengambil keputusan, kebijakannya berdasarkan porsi yang tepat. Pemimpin adil yang berfungsi menegakkan, meluruskan, dan memperbaiki segala kerusakan yang terjadi.

Rakyat malas, maka pemimpin yang mereka pilih juga malas. Rakyat yang terbiasa curang, maka pemimpin yang mereka pilih juga adalah pemimpin yang memiliki kebiasaan curang dan culas.

Memang benang merahnya tak bisa dipisahkan. Rakyat yang bisa cari aman, tidak adil juga seperti itu pemimpin yang mereka lahirkan merupakan pemimpin yang cari aman, serta yang tidak adil.

Di dalam gorong-gorong waktu yang kerap dimanipulasi para politisi pemburu kekuasaan, ada saja khianat. Keburukan dan kebaikan tak mampu dibedakannya.

Alhasil, saat momentum politik mereka tampil dengan janji-janji politik yang diperbaharui. Padahal janjinya, dalam lima atau sepuluh tahun belakang belum mampu ditunaikan seluruhnya.

Inilah challenge (tantangan) kita semua sebagai rakyat. Jangan cepat lupa, jangan cepat memaafkan kesalahan politisi. Jangan menggunakan ingatan pendek untuk menghadapi politisi licik. Jika kita tahu mereka belum mampu membayar, memenuhi janji-janji di tahun sebelumnya, tapi kita masih saja memilih mereka itu tandanya kita rela dan mau dibohongi, mau dibodohi. Lalu, politisi semakin lupa diri.

Mereka semakin ganas menipu rakyat. Menginjak-injak harga diri rakyat. Tunjukkan diri kita, bahwa kita bermartabat, orang-orang yang berintegritas, dan dapat dipercaya. Kemudian, materilkan itu dalam pilihan kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline