Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Literasi Sampai Mati

My Way

Diperbarui: 13 Februari 2024   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Amas (Dokpri)

SETIAP orang punya mimpi, dan harapan. Mereka merancang peta jalan, dan melewati ragam tantangan hidup. Cita-cita itu akan mereka tunaikan. Dengan segala resiko pengorbanan yang jawabannya berbeda-beda. Ada yang berproses panjang kemudian menemukan sukses. Namun ada juga yang instan yaitu mereka yang memperoleh privilege.

Seperti itulah realitas hidup di dunia dan di Indonesia. Dalam konteks ini kita semua meminta negara hadir mengintervensi menyiapkan fasilitas berapa lapangan pekerjaan yang layak. Karena itu tanggungjawab negara. Nyatanya berbeda, negara malah abai. Banyak diantara kita yang masih menganggur.

Sebagian kita yang melewati tahapan tangga kehidupan dengan memanfaatkan hal yang tidak etis. Melakukan bypass untuk mencari sukses. Di lain pihak, ada yang berkeringat berjuang berdarah-darah untuk mencapai keberhasilan. Ini fakta yang memilukan.

Proses panjang membawa kita hingga tumbuh dewasa, harus menjadi orang kuat. Kesabarannya tanpa batas, mental juangnya tak pernah habis. Dalam pentas politik, dunia pekerjaan kantor pemerintahan, sebagai pegawai swasta, buruh, dan lainnya pasti diliputi suka duka.

Tidak ada yang mudah. Rotasi kehidupan yang akan mengarahkan, jerih payah dan kerja keras kita akan berbuah manis. Bila semua usaha itu tulus, ikhlas dilalui, biasanya hasilnya menggembirakan. Walau semuanya tidak memberi garansi kesuksesan di dunia. Semua akan terletak pada nasib dan takdir kita.

Pada urusan duniawi tidak semua orang kaya raya, sukses, mapan memiliki dignity. Tidak semua memperoleh kebahagiaan, ketenangan jiwa. Kesempurnaan hanya milik sang pencipta. Mengejar dunia sekuat apapun, pasti ada cela kekurangan. Ada saja yang bolong.

Bisa saja kemewahan dunia sekadar sebaga menjadi prestise. Hanya mengangkat seseorang menjadi dihormati dalam strata sosialnya. Selebihnya, akan berkembang atau berkurang. Artinya, sudah pasti capaian-capaian dunia tersebut tidak abadi.

Potret terhadap ragam pengalaman hidup di dunia telah kita lihat. Ada yang hidup menjadi musafir, ada yang menetap. Sebagian yang berhijrah dari tempat yang satu ke tempat lain. Itulah pilihan, yang tentu akan diikuti resiko.

Tentukan jalan kita. Usia akan menuntut atau menghakimi kita. Karena itu, setiap manusia akan ada batasnya. Keaktifannya kegesitan maupun obsesi yang menggebu-gebu akan ada batas. Aku dengan jalanku (may way).

Hidup ini penuh dengan perjuangan (struggle), tak bisa berdiam. Apalagi pasrah pada keadaan. Seperti itu pula dalam ikhtiar kita meminta keadilan (justment). Harus mampu dan dapat kita perjuangkan nilai-nilai yang kita yakini itu benar adanya.

Kita juga tidak pantas, tidak etis membanggakan kesuksesan sendiri dan membandingkan dengan kegagalan orang lain. Lalu menghakimi sesukanya, seperti yang lain. Hidup ini sementara, bagai terminal buat kita semua. Merasa bangga dengan keberhasilan kemudian merendahkan pihak lain hanya akan menyulitkan kamu kelak. Tidak boleh kita seperti itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline