JOHNNY Gerard Plate pelaku atau korban?. Berbagai pihak bertanya, ada yang menyebut Plate sebagai pemain tunggal. Ataukah ada mastermind. Plate dituding menjadi tumbal politik. Ditumbangkan dari posisinya sebagai Menteri Kominfo dengan cara yang jahat. Benarkah Plate menjadi sesajen politik?.
Supremasi hukum di negara ini tidak bisa dilepas dari kepentingan politik. Apalagi, kita telah menyongsong tahun politik. Bahwa penetapan Plate sebagai Tersangka juga adalah peristiwa politik. Bisa berbeda ceritanya jika NasDem berkoalisi dengan PDI Perjuangan dan Jokowi.
Plate boleh jadi terbebas dari kasus yang menderanya. Kadang-kadang Lembaga penegak hukum dijadikan alat dendam politik. Yang digunakan untuk memukul lawan politik. Alat sandera. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita semua. Kondisi tersebut perlu diperbaiki. Tak boleh ada pembiaran.
Penting dilakukan reposisi arah penegakan hukum. Menempatkan kembali institusi hukum pada posisinya. Tak boleh penegah hukum diintervensi. Perilaku korupsi yang telah menjadi tumor memang harus ditindak tegas. Diskriminasi terhadap pelaku korupsi tidak boleh sama sekali dilakukan. Hukum harus equal dijalankan.
Indonesia sebagai rechtsstaat, yang merupakan negara konstitusional. Sebagai entitas rakyat, kita sebagai pegiat literasi memberi dukungan dan mengapresiasi kepada penegah hukum yang tidak berkompromi terhadap koruptor. Kasus Base Transceiver Station (BTS) 4G yang menyeret Plate harus diungkap tuntas.
Maraknya kasus hukum di Indonesia, juga memberi suplay terhadap eskalasi politik nasional. Itu artinya, persoalan hukum yang melibatkan politisi tidak pure kasus hukum. Tapi berjalin kelindan dengan urusan politik. Begitu rumitnya problem penegakan hukum di republik ini seolah menjadi tren baru.
Sungguh menjadi magnet, seluruh mata tertuju pada skandal kasus BTS yang berdasarkan hitungan BPKP total kerugian negara mencapai Rp. 8,032 Triliun ini. Akankan Jhon Plate mengikuti jalan Richard Eliezer untuk menjadi justice collaborator?. Kita nantikan saja true story selanjutnya.
Sebab, terkait kasus korupsi, terorisme, narkotika, dan lainnya diatur secara umum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011. Bagi saksi utama, atau saksi mahkota ''kroon getuide'' boleh mengambil atribut sebagai justice collaborator. Publik berharap kasus ini dibongkar hingga akar-akarnya.
Tentu persepsi yang berkembang bahwa penetapan tersangka terhadap Johnny Plate tak terlepas dari kepentingan politik dan intervensi kepentingan politik 2024. Rasanya kecurigaan politik terus mengalir, mereka menyadari kasus hukum yang menimpa politisi tidak murni persoalan hukum.
Melainkan telah bercampur baur kepentingan politik. Selalu saja ada hidden agenda dalam politik. Dari satu skenario besar, konsensus yang dibangun, masih ada pula skenario lain yang bermunculan. Faktor probalitas dalam pentas politik pasti ada. Tidak ada yang berjalan alamiah dalam politik.
Semuanya selalu bersifat byskenario. Momentum dan jarak ditetapkannya Johnny Plate sebagai Tersangka oleh Kejaksaan Agung juga menuai pertanyaan. Kenapa bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkan Johnny Plate?.
Posisi beliau sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika yang sejak awal berdasarkan rumor masuk dalam radar reshuffle kabinet semakin mendapat perhatian publik karena posisinya sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai NasDem yang telah mendeklarasi Anies Baswedan sebagai Capres 2024.