Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Literasi Sampai Mati

Kenali Para Pembajak Demokrasi

Diperbarui: 8 Februari 2023   18:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Amas (Dokpri)

RAKYAT perlu diberi suplai informasi yang segar. Juga yang penting dan mendidik. Agar mereka terbebas dari perangkap penjara informasi yang menyesatkan. Jelang tahun politik 2024, di media sosial terutama para hantu demokrasi mulai berkeliaran. Segala cara dilakukan, penuh rekayasa.

Hal utama yang perlu dikenalkan ke publik (rakyat) ialah siapa yang disebut pembajak demokrasi itu. Diantaranya, pertama pemilik modal. Kedua, penyebar isu politik identitas. Ketiga, oligarki, dan terakhir, kelompok yang merasa paling benar. Untuk kelompok yang merasa paling benar telah kita lihat meluas.

Baik yang mengambil posisi bermesra dengan isu-isu politik keagamaan. Merasa paling suci, benar, dan pihak lain dianggap salah. Begitu pula dengan pihak yang menempatkan diri sebagai Pancasilais. Juga ada ketidakadilan yang dipertahankan. Mereka merasa paling Pancasilais, paling nasionalis.

Celakanya, selain mereka, orang lain tidak Pancasilais lagi. Terlebih yang menjadi oposan atau lawan politiknya. Klaim kebenaran antara keduanya cukup kuat. Peluang, kerentanan terjadinya perpecahan sosial akan terjadi jika kedua pihak bertahan dengan posisi merasa paling benar.

Jika ada pihak ketiga ''penumpang gelap'' yang masuk di tengah, maka kedua pihak ini akan bertengkar sangat serius. Lalu disintegrasi politik terjadi. Rakyat terpolarisasi. Jadinya perjalanan demokrasi terhenti. Malah berpotensi mengalami degradasi (kemunduran).

Kembali ke pembajak demokrasi pertama. Kenapa pemodal?, karena dalam tiap hajatan politik di Indonesia pemodal hadir untuk menginvestasikan sahamnya dihampir seluruh kandidat. Baik untuk kontestasi Kepala Daerah, hingga pemilihan Presiden. Bukan lagi rahasia umum di negeri ini.

Yang patut dikhawatirkan, dicarikan solusinya ialah kekuatan pemodal atau pemilik modal dalam mencengkram salah satu kandidat yang dikemudian hari menjadi pemimpin di negara ini. Sudah pasti beresiko. Karena para pemodal tak mau rugi. Mereka selalu mengedepankan logika untung, manfaat.

Ketika menang kontestasi, pasti ada kompensasi atau ganti rugi. Pasti ada komitmen kesepakatan yang dibangun. Umumnya kalau kita periksa, kesepakatan yang dibangun yaitu soal kebebasan para pengusaha (pemilik modal) ini dalam berusaha harus ditunjang. Jangan sampai mereka dipersulit.

Tak hanya berhenti disitu. Biasanya, buah dari kemenangan dan deal yaitu Sumber Daya Alam (SDA). Pertambangan, baik emas, nikel, biji besi, minyak, gas bumi, tembaga, perang, bijih mangan, timah, dan yang lainnya. Tentu menjadi objek mereka untuk dikeruk atau dikuras habis. Rakyat akan dikorbankan.

Kemudian, yang paling membahayakan lagi bila pemodal mengambil bagian, maka demokrasi akan tergadaikan. Praktek jual beli, belanja suara menjadi senjata mereka. Tak peduli itu melanggar hukum atau tidak. Jika tak bisa diintervensi penguasa, dan memungkinkan, penyelenggara bisa dibayarnya.

Kemenangan akhirnya menjadi penuh rekayasa dan mudah. Nilai Luber dan Jurdil dalam demokrasi dikesampingkan. Tidak ada gunanya bagi mereka. Kedua, buruknya kehadiran aktor politik penyebar isu politik identitas dengan mengangkat kandidat yang diperjuangkan, lalu menjatuhkan pihak lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline