“Jangan terlalu baik padaku, Ndra.”
Kepala lelaki itu sontak menoleh padanya. Menghentikan kesibukannya. Menatapnya dengan sorot mata tajam. Sorot mata yang menggetarkan hati Tania. Membuatnya menundukkan wajah. Tak sanggup membalas tatap Andra.
“Apa yang kau takutkan?”
Ada nada kesal dalam suara Andra. Nada kesal yang jarang Tania dengar keluar dari mulut lelaki yang selama ini selalu bersikap baik padanya.
Sepercik rasa bersalah hadir dalam hati Tania. Bukan maksud Tania membuat Andra kesal. Hanya saja kebaikan lelaki itu mulai menakutkan bagi Tania. Andai Andra tahu apa yang Tania rasakan. Andai Andra tahu tentang ketakutannya. Tentang rasa nyaman dan ketergantungan yang mulai dinikmatinya. Tentang kedatangan Andra yang mulai dia nantikan setiap harinya. Tentang perasaan lain yang mulai hadir di hatinya. Yang mulai mengkhawatirkannya. Memaksanya untuk menghentikan semuanya. Sebelum dia kembali terluka!
Tania menghela nafas panjang. Meraih gelas cappucino di atas meja. Meneguknya pelan. Mengaburkan kesedihan.
Dia tahu siapa dan bagaimana dirinya sebagai perempuan. Tania sadar bahwa dia bukan lagi perempuan sempurna. Bukan lagi perempuan dambaan para pria. Tania sadar dia hanyalah perempuan bodoh yang tak lagi berharga. Perempuan bodoh yang rela begitu saja menyerahkan mahkotanya yang berharga pada lelaki brengsek yang tak bertanggung jawab. Yang meninggalkannya tanpa kata sehari setelah Tania mengatakan tentang kehamilannya!
Perempuan bodoh yang tak pantas mengharapkan apapun dari sosok lelaki sebaik Andra. Yang bahkan tak pantas menerima kebaikan Andra.
“Apa kehadiranku mengganggumu, Tania?”
“Tidak! Tentu saja tidak!” Sambar Tania cepat.
Bodoh! Kenapa dia justru membuat Andra berpikir yang tidak-tidak? Tentu saja Andra tak pernah mengganggunya. Dan tentu saja Tania tak berhak membuat Andra merasa telah mengganggu hidupnya. Justru Tania harus berterima kasih pada Andra. Harus mensyukuri kehadiran Andra. Harus mampu membalas budi baik Andra. Dan bukan justru membuat Andra merasa serba salah. Bukankah selama ini Andralah malaikat penolong yang dikirimkan Tuhan padanya. Yang menyelamatkan hidupnya. Yang menyelamatkan jiwa Tania sebulan lalu saat menemukannya berdarah-darah di toilet lantai dua kantor mereka. Yang memapahnya keluar gedung perkantoran. Membantunya menutupi apa yang tengah terjadi dari mata rekan kerja mereka. Yang mengantarkan ke rumah sakit terdekat. Yang menemaninya melalui saat-saat menegangkan menjalani kuret untuk menyelamatkan rahimnya. Yang menggenggam tangannya erat selama dia tak sadar. Bahkan Andra rela berpura-pura mengaku sebagai suaminya untuk menyelamatkan nama baik Tania. Bahkan Andra tak pernah menyalahkan Tania atas tindakan konyol yang dilakukannya di toilet kantor mereka. Andra juga tak pernah menganggapnya perempuan rendah. Perempuan murahan yang rela menyerahkan mahkotanya pada pacar brengseknya. Pada Putra, lelaki brengsek tak bertanggung jawab yang meinggalkannya begitu saja setelah tahu tentang kehamilannya!
“Jika kau memang tak terganggu, kenapa kau memintaku menjauh?”
“Aku...”
‘Aku tak ingin jatuh cinta padamu, Andra. Karena aku bukan perempuan baik yang pantas bersanding denganmu.’
Tania mengatupkan mulutnya rapat. Khawatir isi hatinya meloncat keluar.
“Aku.. Aku tak ingin mengikatmu Andra. Kau punya kesibukan sendiri. Kau memiliki duniamu sendiri. Dan selama kau mengenalku, kau telah banyak meninggalkan kebiasaanmu. Kau banyak berkorban untukku. Aku hanya.. Kau.. Ahhh.. Aku tak ingin menjadi bebanmu, Andra.”
“Benarkah itu alasannya? Bukan karena kau tak menginginkan kehadiranku?”
‘Itu juga!’
Tapi tentu saja tak Tania katakan. Dia tak mungkin mengatakan pada Andra bahwa dia memang tak menginginkan kehadiran lelaki itu lebih lama di dekatnya. Bahwa Andra harus secepatnya menjauh dari hidup Tania. Sebelum Tania jatuh cinta. Sebelum Tania tak mampu lagi membendung rasanya.
“Jika hanya itu alasannya, kau tak perlu khawatir Tania. Aku baik-baik saja. Tak ada yang kukorbankan. Justru aku mendapatkan lebih dari apa yang kuharapkan. Aku bahagia ada di dekatmu.”
‘Oh tidak!’
Tatapan Andra begitu lembut. Dengan binar-binar yang semakin menggetarkan dada Tania.
“Aku mencintaimu, Tania. Ijinkan aku membuatmu bahagia.”
Tania tergagap. Tak mampu berkata. Menatap Andra dengan sorot tak percaya. Jeda tercipta untuk beberapa saat di antara mereka. Andra masih dengan sorot lembut dan binar di matanya. Dan Tania masih dengan rasa tak percaya yang memenuhi dadanya.
“Tapi aku...”
“Kau perempuan luar biasa yang pernah kutemui, Tania. Please, jangan menolakku. Setidaknya biarkan aku membuatmu bahagia.”
Ingin rasanya mengatakan banyak hal pada Andra. Bahwa dia bukan perempuan sempurna. Bahwa Andra berhak mendapatkan perempuan yang lebih segalanya dari Tania. Tapi sorot mata lelaki itu, kebaikan Andra selama ini padanya dan jantungnya yang bertalu-talu tak mau diam. Membuat Tania hanya mampu menundukkan wajah. Terdiam dengan benak yang tak mau diam. Terus terdiam saat tangan lelaki itu meraih telapaknya. Menggenggamnya penuh kehangatan. Mengalirkan rasa percaya akan adanya cinta antara mereka.
***
Goresan Cerita Bungailalang
img dipinjam dari www.lokerpuisi.web.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H