Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal ialah al-Quran sebagai pedoman pertama dan utama bagi umat Islam yang diturunkan Allah dalam Bahasa Arab. Untuk dapat memfungsikan al-Quran sebagai pedoman dan tuntunan dalam menjalani hidup dan kehidupan, manusia membutuhkan penafsiran, terutama bagi yang bukan Bangsa Arab. Kehadiran al-Quran dalam kehidupan masyarakat pada umumnya memiliki tujuan yang terpadu dan menyeluruh, bukan sekedar kewajiban pendekatan religius yang bersifat ritual atau mistik, yang dapat menimbulkan formalitas dan kegersangan. . Pembicaraan tentang perempuan selalu merupakan salah satu topik yang menarik 3 , tidak ada habisnya untuk dikaji dan diperbincangkan serta tidak akan pernah terlepas dari kritik sosial mulai dari segi jasmaninya, rohani, hak, kewajiban sampai pada eksistensinya. Hal ini menandakan bahwa perempuan dari berbagai hal begitu menarik perhatian tiap mata. Salah satu yang menjadi sorotan dari sosok perempuan yakni auratnya. Sejauh ini aurat perempuan yang di-mafhumi masyarakat umum memiliki batasan seluruh tubuh terkecuali wajah dan telapak tangan dan menjadi hal yang tak pernah selesai untuk diperdebatkan.
Quraish Shihab adalah sosok mufassir Indonesia Dengan latar belakang kelahiran Indonesia, Beliau memilih haluan penafsiran sosial, budaya, dan kemasyrakatan (sosio-kultural) dari sudut pandang Indonesia dan memerah esensi dari al-Qur'an sebagai petunjuk dalam kehidupan manusia kemudian meletakkan dalam konteks kekinian selaras dengan perkembangan terakhir pemahaman manusia akan sunnah-Nya. Selain itu sosok Quraish Shihab merupakan seorang ulama yang terkenal akan kelonggarannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran sehingga dirasa cocok untuk memakai ijtihad-nya di bumi Indonesia yang secara geografis dan historis jauh berbeda dengan dunia tempat wahyu tersebut muncul Menurut M. Quraish Shihab, seorang mufassir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai al-Qur'an sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Selain itu mufassir dituntut untuk menghapus kesalahpahaman terhadap al-Qur'an atau kandungan ayat-ayatnya, sehingga pesan-pesan al-Qur'an dapat diterapkan dengan sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masarakat oleh karena itu, Quraish Shihab membawa tafsir al-misbah sebagai tafsir yang dapat dipegang secara nyata oleh masyarakat Indonesia. Sebenarnya model penafsiran Quraish Shihab tidaklah jauh berbeda dengan para pendahulunya. Yakni dalam sebuah ayat beliau menafsirkan tiap mufrodat sampai pada tingkat dasar. Kemudian menghadirkan pendapat-pendapat mufassir klassik kemudian meberikan komentar atau pendapat terkait ayat yang sedang dibahas. Namun hal yang membedakan dari tafsiran Quraish Shihab adalah apa yang diutarakan begitu merakyat dengan masyarakat Indonesia sehingga seolah-olah kalam illahi tidak hanya berada nan jauh di sana melainkan seperti turun pada kita.
Dalam probolematikanya mengenai aurat, Quraish Shihab tidak jauh berbeda dari pemahaman umum para ulama jika dalam merujuk ayat yang diindikasikan terdapat batasan aurat Quraish Shihab juga menggunakan Qs. an-Nur : 31 sebagai landasan ber-hujjah. Ayat 31 ini dalam Tafsir al-Mishbah di sebutkan jika memiliki hubungan dengan ayat sebelumnya yakni ayat 30 yang berisi perintah kepada kaum laki-laki agar menjaga pandangannya serta menjaga kemaluannya. Demikian juga pada ayat 317 ini juga berisikan perintah untuk kaum wanita mukminah, sehingga ada rasa saling dalam hal menjaga pandangan serta kemaluannya sehingga tidak hanya berlaku untuk satu arah. Ayat ini menyatakan "hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka" sebagaimana perintah pada kaum mukmin untuk menahannya. Akan tetapi tidak hanya sampai disitu. Bagi kaum perempuan mukminah juga memiki kewajiban lain seperti yang disebutkan lafadz setelahnya yakni janganlah mereka menampakkan zinah (hiasan) mereka yang dalam pandangan Quraish Shihab diartikan sebagai bagian tubuh para perempuan mukminah yang dapat merangsang laki-laki. Terkecuali apa yang telah biasa nampak darinya dalam artian tidaklah ditampak-tampakkan, seperti wajah juga telapak tangan.
Batasan aurat dalam pandangan ulama' baik lasik maupun kontemporer, , batasan aurat meski pada dasarnya terjadi ikhtilaf akan tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan. Yakni seluruh tubuh terkecuali wajah dan kedua telapak tangan. Adapun ikhtilaf dari para ulama' hanya berkisar masalah cadar, boleh tidaknya telapak kaki tampak atau betis tampak serta boleh tidaknya lengan wanita terbuka. Hal ini di dasari letak geografis serta kultur budaya masyarakat timur tengah serta para ulama' di zaman tersebut memilih bersikap sad adz dzarai' sehingga meskipun ada kemudahan lebih baik mengambil ihtiyat. Hal ini sedikit berbeda dengan pandangan ulama' baik dalam segi fiqih maupun dalam tafsir yang pembatasan sekitar aurat lebih bersifat terbuka. Meskipun apa yang di kemukkan lebih bersifat opsi ketika keadaan tertentu.
Dalam menafsirkan suatu ayat, Quraish Shihab hampir selalu lebih dulu memaparkan pemikiran dari satu ataupun beberap tokoh pendahulunya sebagai wawasan sekaligus penguat argumentasi, baru kemudian beliau memberikan argument atau komentar. Begitu juga saat menafsirkan ayatayat yang dirujuk sebagai ayat yang menerangkan tentang aurat. Dalam 118 Analisis Quraish Shihab pembahasan tentang aurat tidak akan pernah terlepas dari apa yang namanya pakaian. Sedang pakaian merupakan produk budaya daerah setempat, yang juga dipengaruhi oleh kondisi geografis. Oleh karenanya berpijak juga pada ulama' pendahulunya (pendapat ulama' yang tidak masyhur di tengah masyarakat awam), Quraish Shihab memberikan opsi terkait batasan aurat jika batasan tersebut diserahkan pada individu sesuai keadaan dan kebutuhan. Quraish Shihab lebih cenderung mengambil sikap tawaqquf. Menurutnya, berpakaian tidaklah harus 'begini' asal sopan. Selain itu, Quraish Shihab juga tetap menganjurkan para muslimah agar berpakaian tertutup karena juga masih dianggap relevan jika berpijak pada sikap ihtiyat.
Dalam budaya dan geografis Indonesia yang jauh berbeda dari Arab, Negara tempat 'lahirnya' hukum menutup aurat dalam Islam, tentunya Indonesia memiliki cara berpakaian sendiri. Seperti yang telah disinggung jika pakaian tidak terlepas dari budaya itu sendiri. Sehingga, ketika Quraish Shihab seorang mufassir berkebangsaan Indonesia, yamng menganalisis ayat-ayat terkait batasan aurat sesuai kebutuhan masyarakat, maka relevan bagi masyarakan Indonesia yang memeluk agama Islam ketika ada opsi yang ditawarkan oleh Quraish Shihab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H