Kala itu aku masih SMA Ketika Pemilu pertama berlangsung pasca Orede Baru tumbang, 1999. Karena sudah 20 tahun lebih berlalu, file bolehlah dibuka he..he.... Saat itu aku pilih PAN untuk DPR RI dan PK untuk DPRD.
Besar harapan ummat saat itu, dua partai yang lahir dari rahim reformasi bisa masuk tiga big. Ternyata harapan berlebih itu jauh panggangan dari api. Perolehan suara PAN dan PKS sangat kecil dibandingkan partai statusquo.
Padahal saat itu banyak pengamat yang memberikan pendapat, Pemilu 1999 milik Islam Politik setelah puluhan tahun mendapat peminggiran di era Soekarno dengan membubarkan Masyumi dan Soeharto yang secara sistematis menggerus peran Islam politik.
Mengapa Islam politik gagal pada Pemilu 1999....? Saat itu saya belum menemukan jawabannya. Yang ada hanya kekecewaan. Namun dokumentasi soal Islam Politik pada 1999 baru-baru ini saya temukan. Dokumentasi itu buku berjudul "Mengapa Partai Islam Kalah...?"
Buku ini menjawab pertanyaan saya 20 tahun lalu. Buku ini ditulis oleh pemikir muslim, pengamat politik dan peneliti asing yang puluhan tahun menggeluti soal Indonesia.
Buku ini banyak memberikan analisa mengapa Islam Politik gagal pada Pemilu 1999. Berbagai teori mengemuka, mulai dari yang paling classic hingga paling actual. Pisau belah yang sering dipakai teori abanagn vs santri ala Geertz. Salah satu yang menarik dan hingga kini sering dikemukan oleh Eef, dalam buku itu Eef menulis jika kegagalan Partai Islam pada 1999 karena Islam masih berbentuk kerumunan belum terorganisir dengan baik. Besar tapi sekadar kerumunan.
Yang menarik juga ulasan Almarhum Kuntowijoyo dalam buku ini, kegagalan Partai Islam karena ummat merasa memilih partai sama dengan memilih perkumpulan sepak bola atau perkumpulan tennis. Tak ada aturan dari agama.
Kunto berpendapat partai Islam lebih banyak mudaratnya. Karena menurutnya politik itu the art of the possible atau istilah lainnya tiada kawan yang abadi, yang ada kepentingan abadi. Ia tak mau Islam terjebak pada satu dimensi tunggal dari politik.
Bukan berarti Kunto tidak setuju ummat berpolitik. Politik ummat harus bersifat high politics. Ummat berperan membangun politik yang rasional. Sistem politik yang mapan dan pemilih yang mandiri dan rasional.
Lantas bagaimana dengan Islam Politik yang formalistik.....? Bila kita runut sejarah Pemilu mulai dari 1955, jaman orde baru dan yang paling actual pasca reformasi, Partai Islam tidak pernah mendapat angka yang sangat memuaskan. Jangankan sebagai pemenang, runner up pun tidak. Angka paling tinggi itu di raih PPP (warisan Orba) sebesar 12,55% pada Pemilu 1999. Sesudah Pemilu 1999 suara partai Islam tak pernah lagi diatas 10 persen.
Menurut saya perlu kajian mendalam mengapa dan harus bagaimana Islam Politik kedepan....?