Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Suryadi R

Founder Lingkar Studi Aktivis Filsafat (LSAF) An-Nahdliyyah

Menjadi Menteri Lebih Mudah daripada Menjadi Guru

Diperbarui: 26 November 2019   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar Nadiem Makarim 

Nadiem Anwar Makarim itulah Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia yang baru yang terdaftar di susunan Kabinet Pemerintahan Jokowi Jilid II. Selain bos Gojek dan umurnya yang masih sangat muda, juga karena gagasannya yang gokil dan terlampau sulit diwujudkan mengingat problem-problem pendidikan Indonesia yang demikian sangat kompleks.

Gagasan yang dimaksud yaitu kewajiban Bahasa Inggris, Coding, Statistik, Psikologi serta Pendidikan Karakter. Hal itu menurut Nadiem adalah pilar-pilar yang dapat merevolusi pendidikan Indonesia.

Menurutnya, pendidikan Indonesia dibawah komandonya dapat mempercepat sistem pendidikan sehingga mampu membawa bangsa Indonesia keluar sebagai kekuatan baru Ekonomi Digital di Asia maupun di dunia.

Belum usai wacana tersebut, muncul keinginan baru Pak Nadim akan mengubah kurikulum. Wacana itu muncul pasca pertemuan Pak Menteri bersama organisasi-organisasi guru.

Menurutnya, mata pelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Karakter berbasis Agama dan Pancasila akan menjadi mapel utama dalam tingkat SD. Sehingga Bahasa Inggris di tingkat SMP dan SMA tidak lagi diajarkan karena telah lugas di tingkatan SD. Berganti Menteri berganti Kurikulum. Itulah yang menjadi ciri khas pendidikan Indonesia saat ini. Agaknya setelah mendapat banyak pertimbangan, tinggal menunggu waktu gagasan itu akan segera dieksekusi menjadi kebijakan.

Mendikbud baru telah terpilih. Pak Nadiem telah dilantik. Ide-ide mudanya telah tumpah dan didengarkan masyarakat dari seluruh penjuru arah mata angin. Sisanya menunggu ketuk palu sidang.

Tapi, saya ingin memberitahukan kepada Pak Menteri, "menjadi Menteri itu mudah daripada menjadi seorang Guru". Menjadi Guru tak segampang mengetuk palu sidang penanda sahnya peraturan dan kebijakan, sedangkan Guru bekerja bagaimana mengubah pemikiran manusia. Pak Nadiem tentu memahami itu. Yang tahu persis hiruk-pikuk masalah siswa adalah Guru.

Menjadi Guru sangat beresiko, sebab, kewajibannya tidak mengubah sistem tapi mengubah pemikiran manusia-manusia yang unik, khas dan berbeda-beda. Jika tidak, tuntutanlah yang akan menantinya sana-sini. Lebih dari 50 juta pelajar yang tersebar di 250 ribu sekolah di Indonesia membutuhkan Guru untuk mengajar dan mendidik mereka.

Pak Nadiem sendiri memahami sebagaimana dalam pidatonya baru-baru ini, bahwa menjadi guru adalah tugas yang tidak mudah. Setiap hari, setiap saat, guru harus menghadapi manusia-manusia yang berkebutuhan khusus. Khusus harus ditangani. Mereka perlu dididik dan diajari. Mendididk itu meminjam istilah Erich From adalah mengajar siswa menjadi biophily yaitu cinta pada kehidupan.

Guru harus mengajar manusia-manusia tentang kebaikan, kejujuran, kebenaran dan lain-lain ditengah ragam karakterisitik unik yang berbeda-beda. Guru harus mendidik anak-anak dengan potensi dan kecerdasan yang sangat khas.

Sementara disaat bersamaan, guru harus mengejar target yang telah ditentukan oleh sistem dan disibukkan dengan urusan administratif yang sebenarnya urusan itu tidak ada kaitan kausalitasnya terhadap tugas utamanya sebagai pendidik. Belum lagi jika kurikulum terus-menerus diganti, malah akan semakin membuat guru blepotan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline