Lihat ke Halaman Asli

menjual idealisme demi nilai(?)

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Yup idealisme yang gw maksud sekarang adalah kejujuran.
Kejujuran yang klo gw bilang sekarang ini tergolong hal langka seperti BBM yang
nga dapet subsidi dari pemerintah. Kenapa nga dapet subsidi dari pemerintah? Karena
emang yang gw liat juga pemerintah seperti membiarkan ketidakjujuran berada walaupun
ada gembar-gembor untuk melawannya(ini berhubungan banget sama korupsi gan!).
Sebenarnya gw mau coba ikutan berpendapat tentang kasus yang berhubungan dengan kejujuran
yang belakangan ini lagi heboh. Yaitu, kasus contek-mencontek yang terjadi di Surabaya
pada salah satu sekolah dasar di sana. Jadi ada orang tua yang melaporkan kalo anaknya
diminta untuk mencontek dengan jawaban yang dibagikan oleh gurunya dan sesampainya
di rumah dilaporkannya lah hal tersebut ke orang tuanya. Saat orang tuanya melaporkan
hal tersebut ke pihak yang berwenang bukan sambutan yang baik tapi malah amukan massa
yang diterima. konyol nga sih? Inilah dilematika pendidikan di Indonesia, mungkin.

Sebenarnya hal tersebut, menurut gw, nga cuman terjadi di salah satu sekolah dasar pada
salah satu kota di Indonesia tapi terjadi secara massive di hampir seluruh bagian tanah
air kita tercinta ini. Gw juga mau membuat pengakuan kalo gw pernah jadi salah satunya,
yang nyontek dan ngasih contekan. Gw nga mau munafik. Dan tentang
gw pribadi akan dibahas di akhir dari tulisan ini :p

Mungkin yang jadi pertanyaan adalah kenapa mencontek salah? Kenapa mencontek nga
boleh? Jujur gw bukan ahlinya jadi gw jawab menurut gw(padahal pertanyaannya gw sendiri
yang buat, LOL!). Jawabannya adalah eng ing eng...

Penilaian tersebut tidak bersifat kongkrit karena tidak sesuai dengan kapabilitas asli
dari yang akan dinilai. Dalam susunan kata yang lebih indah, kita berbohong dengan diri
kita sendiri dan nilai yang ada membohongi orang lain sehingga terjadi siklus/rantai
pembodohan.

kalau ditarik garis yang lebih jauh lagi berarti kita membiarkan diri kita tidak memiliki
integritas dan hidup dalam bayangan sebagai seorang penakut yang takut untuk dinilai. Lebih
jauh lagi, kita berdiri tegak melawan pemerintah. Kenapa pemerintah? Karena sekarang ini
mau nga mau harus diakuin klo pemerintah juga lagi bergerak melawan korupsi dan cikal
bakal dari korupsi adalah contek-mencontek ini. Yah, walaupun di sisi lainnya pemerintah
juga seperti cuek terhadap permesalahan yang sepertinya sepele ini.

Kesimpulannya?
Gw sepakat kalau mencontek itu buruk dan salah!

Sekarang cerita tentang diri gw dalam hal mencontek nih.
Klo boleh jujur ya. Pas gw SMA sama sekali gw nga pernah mencontek. Maklumlah, gw dididik
oelh manusia-manusia berkualitas dengan sistem terbaik di Indonesia. SMA apalagi coba
kalo bukan SMA Taruna Nusantara yang bisa kayak gini. Masalahnya adalah setelah gw keluar
dari sana. Pas SMA inget banget gw ada yang namanya kode kehormatan yang nomor 4 nya berbunyi
dilarang mencontek. Ditambah lagi klo ada yang ketahuan nyontek langsung dikeluarin. Sekarang?
boro-boro. yang nyontek aja segambreng alias rame banget. Dan gw mengaku salah setelah
gw membuat pengakuan pada diri gw sendiri tentang esensi mahasiswa yang memiliki tiga
tanggung jawab. Salah satu tanggung jawabnya adalah tanggung jawab moral yang berarti
memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang benar dan
salah.

Dan akhirnya gw berani mengatakan kalo gw nga akan mencontek lagi!

end.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline