KETIKA CENGKERAMAN ASING MENGUASAI NEGERI
Di tengah euphoria peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60, ada peristiwa yang akan langsung berpengaruh pada negeri ini dan penduduknya, namun luput dari perhatian masyarakat. Presiden Jokowi melakukan pertemuan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Hasilnya berupa komitmen investasi dalam proyek infrastruktur dengan nilai yang luar biasa besar, mendekati seribu trilyun.
Proyek infrastruktur tersebut berdasarkan situs Sekretariat Kabinet tidak lain adalah untuk pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandara, jalan sepanjang 1.000 km, jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangkit listrik berkapasitas 35.000 mega watt.
Dominasi proyek infrastruktur oleh Tiongkok yang dimasukkan dan dijalankan melalui rezim Jokowi itu akan semakin memperkuat cengkeraman asing di negeri ini setelah sebelumnya dominasi Barat telah lebih dulu mencengkeram negeri ini hampir di semua aspek.
Sejak awal era Orde Baru, Barat terutama AS dan Eropa telah mencengkeram dan mengeruk kekayaan negeri ini. Pengelolaan berbagai sumber daya alam (SDA) di sektor hulu dikusai oleh mereka, sehingga kekayaan alam pun mengalir deras pada fihak asing namun hanya menetes pada penduduk negeri sendiri.
Masuk era Reformasi dominasi asing makin tampak dengan merambah ke sektor-sektor lain. Melalui hutang luar negeri sangat terasa sekali bahwa negeri ini tengah dikuasai oleh asing. Letter of Intent (LoI) dari IMF dan Bank Dunia telah mampu mendikte kedaulatan negeri ini dalam hal pembuatan Undang-Undang baik di bidang politik, sosial, pertahanan dan kemanan, pendidikan, ekonomi, finasial, dsb. Hasilnya, sistem negeri ini makin hari makin bercorak neoliberal dan pada gilirannya begitu memuluskan jalan munculnya penjajahan gaya baru (neoimperialisme) atas negeri ini.
Kini Raksasa Timur melalui investor-investornya melihatnya sebagai kesempatan emas dan beranggapan bahwa sektor infrastruktur dan fasilitas publik di negeri ini berpotensi untuk bisa dimasuki dan dikeruk keuntungannya.
Jika nanti infrastruktur telah dikuasai oleh asing, maka rakyat negeri ini benar-benar hanya menjadi obyek dan pasar di negeri sendiri. Lebih jauh lagi di sektor pajak rakyat akan makin terbebani dengan pungutan yang semakin tinggi. Pasalnya, beban negara termasuk pembayaran hutang luar negeri beserta bunganya akan semakin membumbung, sementara negara telah kehilangan sumber-sumber pemasukan lain selain pajak.
Demikianlah perlu disadari bahwa ada bahaya besar dibalik rencana diadakannya proyek infrastruktur ini. Cengkeraman ini semakin mempertegas bahwa tidak tersisa lagi bidang kehidupan di negeri ini yang luput dari dominasi asing. Maka penjajahan gaya baru (neoimperialisme) atas negeri ini tidak dapat dihindari.
Tentu semua itu tak boleh dibiarkan. Dalam pemahaman islam sebagai agama yang paripurna, tak selayaknya kita, kaum muslimin negeri ini rela menjadi bulan-bulanan neoliberalisme dan neoimperialisme baik dari dominasi asing Barat maupun asing Timur. Jalan untuk menyudahinya hanyalah dengan kembali pada petunjuk Allah SWT yang memiliki aturan yang maha sempurna, yaitu dengan jalan menerapkan syariat islam secara menyeluruh dalam naungan Sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti metode kenabian. Wallahu a’lam bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H