Keluarga besar Pak Slamet berduka. Sang istri tercinta yang berprofesi sebagai bidan desa menghembuskan nafasnya yang terakhir di pagi hari yang mengagetkan. Tepatnya pukul 07.30 pagi. Setelah malamnya pukul 23.00 WIB mereka sekeluarga baru saja pulang berlibur dari luar kota. Serangan jantung ditengarai menjadi penyebab kematian Nyonya Slamet.
Satu jam setelah kabar duka itu menyebar, suasana rumah duka sudah ramai oleh para pelayat yang berdatangan. Alangkah gemetarnya hati saya melihat banyaknya manusia yang mengantar kepergian sang ibu dua anak itu.
Satu pertanyaan besar mengusikku “Apakah akupun nanti akan dilepas oleh orang sebanyak ini saatku mati?” Satu jawaban yang kudapat “Panenmu akan bergantung dari apa yang kau tanam. Semakin banyak kebaikan yang kau lakukan, semakin banyak orang yang kau bergaul baik dengannya, maka semakin banyak pula orang yang melepas kepergianmu dan memberikan penghormatan terakhir di makammu. Kamu adalah apa yang kamu tanam. Dan panenmu itu tampak saat kau meninggal.”
Hari itu aku percaya bahwa takziyah yakni menegok orang yang meninggal dunia memang memacu kita, para peziarah, yang masih diberi kesempatan hidup olehNya untuk bersemangat berbuat yang lebih baik di dunia. Dunia yang sejatinya hanyalah tempat hidup sementara. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H